Intiland: Sistem DP Rumah Nol Rupiah Belum Jelas
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Program unggulan dari Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta hasil hitung cepat Pilkada 2017, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, terkait program uang muka nol rupiah untuk kredit pemilikan rumah, mengharuskan warga DKI yang yang ingin membeli rumah untuk menabung selama enam bulan di Bank DKI.
Nantinya, tabungan itu diharuskan mencapai minimal 10 persen dari harga rumah itu dan dijadikan sebagai pengganti uang muka, atau down payment (DP) rumah yang mau dibeli. Tenor cicilannya pun yang ditawarkan mencapai 30-35 tahun, khusus bagi warga dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, Corporate Secretary PT Intiland Development Tbk. Theresia V. Rustandi mengaku pihaknya sangat siap untuk diajak kerja sama dengan Pemprov DKI. Namun, ditegaskan pihaknya terlebih dahulu harus mengkaji detail program itu secara menyeluruh.
"Karena, detail secara menyeluruh dari sistem DP Nol Rupiah ini kan juga belum jelas. Apalagi, dengan asumsi harga rumah Rp350 juta itu bagaimana?," ujarnya ketika dihubungi VIVA.co.id, Jumat 21 April 2017.
Dia pun mengatakan, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan janji kampanye pasangan tersebut. Yang paling utama adalah lahan.
"Yang saya dengar terakhir, Pemprov DKI lah yang akan menyediakan lahan, sehingga untuk itu kita (Pemprov DKI dan pengembang) bisa duduk bareng dan bisa hitung-hitungan bagaimana jadinya," tambahnya.
Yang kedua menurutnya adalah harga pasaran properti di Jakarta. Untuk mewujudkan rumah dengan harga Rp350 juta bukanlah hal yang mudah.
Alternatif lain
Lebih lanjut, dia mengatakan, sebaiknya Gubernur dan Wakil Gubernur DKI terpilih itu bisa berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terkait upaya penyediaan hunian bagi warga DKI Jakarta.
Karena, menurut Theresia, sudah ada program yang sangat bagus dari Kementerian ATR/BPN, dalam upaya mereka menyediakan hunian bagi warga Ibu Kota. Program yang dinamakan dengan 'Urban Renewal' itu nantinya akan memperbaharui daerah pemukiman kumuh, dan menjadikannya hunian tapak, atau vertikal sesuai dengan aturan tata ruang dan zonasi di wilayah tersebut.
"Jadi, daerah kumuh yang mau diperbaharui itu masyarakatnya ditempatkan sementara di tempat lain, misalnya rusun. Lalu, tanahnya itu bisa dibeli Pemprov DKI, yang juga akan membuat zonasi dan tata ruang dari wilayah itu," kata dia.
Dia menjelaskan, nantinya Pemprov DKI dan pengembang bisa bekerja sama membangun tanah itu, untuk dijadikan hunian tapak, atau vertikal sesuai dengan tata ruang dan zonasi yang sudah diatur pihak Pemprov DKI sebelumnya.
Setelah pemukiman itu diperbaharui, nantinya masyarakat yang sementara dipindahkan itu bisa menempati kembali hunian-hunian yang telah dibangun di pemukiman mereka itu. Sesuai dengan perhitungan yang telah diatur pihak Pemprov terkait luas tanah yang sebelumnya mereka miliki dan berapa yang kini mereka bisa tempati.
"Untuk membangunnya, Pemprov DKI bisa bekerja sama dengan pengembang, tetapi masterplan-nya harus dari Pemprov DKI, karena menyangkut tata ruang. Ketika sudah jadi kan, masyarakat bisa kembali menempati sesuai dengan perhitungan dari Pemprov DKI sebelumnya," kata Theresia. (asp)