Panas Bumi Diklaim Jadi Sumber Energi Masa Depan RI
- Antara/ Novrian Arbi
VIVA.co.id – Pemerintah diminta untuk mengembangkan energi panas bumi sebagai langkah diversifikasi energi, yang merupakan elemen penting dalam penciptaan ketahanan energi.
Hal ini bertujuan untuk menghindari dampak kerusakan lingkungan hidup akibat pemanasan global, sehingga dibutuhkan sumber energi alternatif yang baru dan terbarukan.
Menurut pengamat energi Achmad Madjedi Hasan, Indonesia merupakan negara paling kaya akan energi panas bumi, karena terletak pada busur vulkanik dengan total potensi energi sebesar 29.215 Gigawatt electric (Gwe).
“Yang jelas, lebih ramah lingkungan. Sumber daya panas bumi di Indonesia, cukup tersebar dengan kandungan panas yang cukup tinggi (high enthalpy)," kata Achmad, melalui keterangannya, Senin 17 April 2017.
Ia melanjutkan, berlimpahnya panas bumi ini, lantaran terletak di salah satu kerangka tektonik yang paling aktif di dunia, yakni di antara perbatasan Indo-Australia, Pasifik, Filipina dan lempeng tektonik Eurasia.
Dengan posisi strategis itulah menjadikan Indonesia sebagai negara paling kaya dengan energi panas bumi yang tersebar di 285 titik daerah sepanjang busur vulkanik.
Menurut Achmad, sumber daya panas bumi akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dan fosil. Selain itu, sumber energi panas bumi juga akan membatasi emisi gas rumah kaca.
Meskipun investasi awal tinggi, kata dia, namun biaya operasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) lebih rendah, karena tidak memerlukan bahan bakar dalam kaitannya dengan biaya dan dampak terhadap lingkungan.
Bukan kegiatan pertambangan
Selain itu, PLTP dapat dioperasikan dengan kapasitas beban dasar (based load capacity) di atas 90 persen, atau lebih tinggi daripada pusat tenaga listrik yang dibangkitkan oleh panas matahari, atau angin.
Dari aspek peraturan perundang-undangan, Achmad mengungkapkan, melalui Keppres Nomor 45 tahun 1991 dan Nomor 49 tahun 1991, pemerintah membuka kesempatan pihak swasta untuk kegiatan panas bumi bekerja sama dengan Pertamina.
Untuk lebih menggalakkan kegiatan panas bumi, pada 2003, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003, yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk menerbitkan izin pengusahaan panas bumi.
Berdasarkan UU No 27 Nomor 2003, praktis kegiatan usaha panas bumi untuk wilayah-wilayah baru kurang berkembang. Peningkatan kapasitas pembangkit panas bumi dari sekitar 700 Megawatt (MW) sebelum krisis menjadi 1.300 MW saat ini, berasal dari wilayah-wilayah kerja yang diberikan berdasar Keppres tahun 1970-an.
UU No 27 tahun 2003, kemudian digantikan dengan UU No 21 tahun 2014. Perubahan penting dalam UU ini antara lain, pengusahaan panas bumi tak lagi dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan, sehingga pengusahaan panas bumi dapat dilakukan di atas lahan konservasi. (asp)