Mengukur Keberhasilan Kebijakan Tax Amnesty
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id – Program amnesti pajak telah berakhir pada 31 Maret 2017 lalu. Realisasi akhir implementasi fasilitas tersebut, ditutup dengan penerimaan uang tebusan sebesar Rp114 triliun, dari target yang ditetapkan sebesar Rp165 triliun, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, hasil akhir dari program amnesti pajak telah menunjukkan bahwa implementasi dari kebijakan tersebut gagal. Sebab, tujuan utama dari amnesti pajak justru tidak tercapai.
“Dari tebusan, tidak jadi persoalan. Tetapi, yang sangat buruk adalah tujuan utama dari tax amnesty, terutama dari repatriasi yang rendah,” jelas Enny, Jakarta, Selasa 4 April 2017.
Dalam UU Pengampunan Pajak disebutkan, dana repatriasi diharapkan mampu memperbaiki likuiditas dalam negeri, yang pada akhirnya menjaga stabilitas daripada nilai tukar rupiah terhadap gejolak eksternal. Selain itu, diiringi dengan trend penurunan suku bunga acuan.
Sehingga, pada ujung-ujungnya, investasi naik, dan mampu berkontribusi lebih terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, hasil akhir dana repatriasi yang hanya mencapai Rp147 triliun, justru tidak memberikan dampak lebih terhadap sejumlah indikator perekonomian.
“Sampai hari ini, tidak ada indikasi penurunan suku bunga, investasi juga turun dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang tidak mencapai lima persen. Nilai tukar juga masih sangat rentan,” katanya.
Kendati demikian, deklarasi harta yang mencapai Rp4.855 triliun diharapkan mampu dioptimalkan Ditjen Pajak untuk memperluas basis Wajib Pajak ke depan. Data-data setelah amnesti pajak, kata Enny, diharapkan mampu menjadi salah satu cara pemerintah mendongkrak penerimaan tahun ini.
“Basis pajak masih ada harapan dan bisa menjadi objek perluasan,” katanya. (asp)