Pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu Dinilai Tidak Efektif
- VIVA.co.id/Chandra G. Asmara
VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo di awal pemerintahannya mewacanakan untuk melepas Direktorat Jenderal Pajak dari struktur internal Kementerian Keuangan. Status otoritas pajak, akan berganti nama menjadi Badan Penerimaan Negara, yang berada langsung di bawah Presiden. Ide tersebut dinilai tidak efektif oleh sejumlah ekonom.Â
Ekonom Institute for Development Economic and Finance, Aviliani, memandang, pemisahan Ditjen Pajak dari struktur internal Kemenkeu sama sekali tidak akan menyelesaikan persoalan perpajakan di Indonesia. Apalagi, dari segi kapasitas, jumlah aparatur otoritas pajak sampai saat ini belum memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Menurut saya ini akan memperpanjang birokrasi. Jadi lebih baik, tetap di bawah Kemenkeu. Masalahnya bukan pemisahan, tapi jumlah orang yang perlu diperbanyak," kata Aviliani di Jakarta, Selasa 4 April 2017.
Sampai saat ini, jumlah pegawai yang dimiliki Ditjen Pajak hanya mencapai 39 ribu. Jumlah tersebut, tak sebanding dengan wajib pajak yang terdaftar di otoritas pajak yang mencapai 12 juta WP. Menurut Aviliani, akan lebih baik apabila Ditjen Pajak tetap berada di bawah Kemenkeu.
"Yang ikut tax amnesty, menunjukkan ada tambahan WP baru. Nah ini pekerjaan rumah. Kalau dipisahkan dan tidak menambah orang, tidak akan meningkatkan rasio pajak kita," katanya.
Meskipun ada beberapa otoritas pajak di berbagai negara yang menjadi institusi independen, Aviliani menilai, pemisahan Ditjen Pajak justru akan membuat kebijakan fiskal tumpang tindih. Sebab, kebijakan yang dikeluarkan Kemenkeu, tentu berkaitan langsung dengan otoritas pajak.
"Kalau dipisahkan, hanya mencari sumber pendapatan saja. Kalau sudah lembaga sendiri, masing-masing akan punya (kebijakan sendiri),"Â ujarnya. (one)