Produk Kerajinannya Jadi Koleksi Istana Presiden
- Shintaloka Pradita Sicca/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Perhatian pemerintah melalui beberapa sinergi kementerian/lembaga dalam membantu daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah, menjadi peluang lebih bagi usaha Siti Chotirah (45) dan Triyono (48) dalam jalankan bisnis "Mandiri Art Shop".
Usaha Siti ini bergelut dalam kriya logam, yang dirintis sejak 1998. Baginya, logam yang dibentuk menjadi beragam produk apapun memiliki kesan eksklusif.
Sit mengatakan, memasuki era digitalisasi pada 2010, pendapatannya sempat menurun hampir 50 persen dan banyak usaha kawan sejawatnya di dunia kriya gulung tikar. Kondisi era krisis moneter, menurutnya, lebih baik ketimbang, saat memasuki era globalisasi digital terhadap pendapatannya.
"Dulu, walau disebut krisis moneter, tetapi penjualan ekspor dari buyer asing yang datang tetap bagus. Dari 1999 sudah ada dari Spanyol, Kanada. Semenjak krisis global pada 2010, hanya dari kita untuk kita (penjualan domestik) saja. Dan, barang original sudah susah. Pendapatan ada sampai 50 persen turun. Khusus, semua di craft banyak yang tutup," tuturnya kepada VIVA.co.id pada Rabu kemarin, 22 Maret 2017.
Kecintaannya dan ketekunan dalam menjalin relasi bisnis berkelanjutan, menjadikan kiat tersendiri bagi usahanya dapat tetap eksis melewati masa krisis moneter saat itu, hingga saat ini masuk ke era digitalisasi dan persaingan global.
Saat ini, pendapatan kotor (omzet) tiap bulan ada sekitar Rp60 juta per bulan, dengan modal awal pada 1998 sekitar Rp30 juta.
Barang produksinya, meliputi toples, gelas, nampan, gelang serbet, serta bros. Barangnya ini jual dengan variasi harga, mulai dari Rp50 ribu hingga jutaan. "Bros Rp100 ribu, gelas Rp125 ribu, nampan Rp1 juta, tempat sebret Rp50 ribu, toples Rp1,5 juta," ujarnya.
Ia mengaku bahwa toples hasil karyanya sudah pernah dibeli oleh pihak Kepresidenan dua buah, saat ini menjadi salah satu toples di meja ruang makan Istana Presiden. "Pak Presiden ini kan dari Jawa ya, suka makanan rengginang dan beli toples buat tempatnya. Yang saya jual itu salah satunya ada yang seharga Rp2,5 juta. Menjadi kebanggaan tersendiri dibeli oleh pihak Presiden," ujarnya.
Pada hal produksi, dia memiliki prinsip untuk selalu menjaga kualitas produksi dan harga yang tetap mampu bersaing imbang. Selain itu, ia mengaku dalam penjualan tidak terlalu sering mengikuti acara pameran. Namun, ada satu pameran yang tidak pernah ia tinggalkan, yaitu International Handycraft (Inacraft).
"Saya ikut Inacraft yang berstandar internasional. Buyer-nya bagus. Sebisa mungkin, saya ikut Inacraft. Insya Allah, next penjualannya bagus dapat terjalin panjang dengan buyer dari negara lain. Kalau saya buyer dari Spanyol, Kanada, Hongkok sudah ada sendiri," tuturnya.
Ia mengaku belum lama ini mengikuti acara pameran Telkom Craft Indonesia, yang sebelumnya telah memberikan pelatihan ketrampilan selama enam tahun.
"Telkom ini kan termasuk BUMN. Dengan dibina BUMN agak membantu. Bantuan dengan bisa pinjam modal, diarahkan cara menjual online, mempelajari pasar global. Pelatihannya itu dalam setahun sekali satu tema, tetapi beberapa hari pelaksanaannya," kata Siti. (asp)