Pengamat Beberkan Metode Penghitungan Tarif Interkoneksi
- concentrate42b.wordpress.com
VIVA.co.id – Dalam penghitungan tarif interkoneksi, pemerintah diminta menggunakan skema yang paling efisien. Pengamat telekomunikasi mengungkapkan beberapa skema dan metode yang harusnya bisa digunakan oleh pemerintah.
Menurut mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan KPPU, Bambang Adiwiyoto, penetapan tarif secara umum bisa menggunakan dua pendekatan berbeda, ilmu ekonomi dan ilmu bisnis. Sedangkan dalam penetapan biaya interkoneksi, bisa menggunakan tiga metode pendekatan, historical-cost approach, forward-looking approach, atau pendekatan biaya interkoneksi.
Dari pendekatan ilmu ekonomi, tarif ditetapkan berdasarkan perpotongan antara kurva supply dan kurva demand. Sedangkan menurut pendekatan ilmu bisnis, praktik full cost pricing terjadi apabila harga suatu produk dihitung oleh perusahaan berdasarkan biaya langsung per unit ditambah mark up untuk menutup biaya overhead dan keuntungan.
"Praktik ini sering digunakan pelaku usaha karena sulitnya menghitung secara tepat permintaan suatu barang dan menetapkan harga pasar," jelas Bambang di Jakarta, Senin, 13 Maret 2017.
Sedangkan dalam penetapan biaya interkoneksi, Regulator dan operator sepakat memilih model pendekatan long run incremental cost (LRIC). LRIC adalah biaya tambahan yang timbul dalam jangka panjang dengan tambahan volume trafik untuk produksi spesifik.
"Model ini menghitung biaya untuk membangun kembali elemen jaringan spesifik dengan mempergunakan teknologi yang ada, dengan asumsi bahwa biaya operasi dan modal dimanfaatkan secara efisien. Selama ini ada satu operator yang selalu menjadi acuan karena dianggap efisien, namun ternyata berdasarkan penghitungan terakhir, ada yang dinyatakan paling efisien," ujar Bambang.
Menurut dia, apabila regulator tetap mempergunakan metode LRIC, regulator harus segera melakukan perhitungan ulang tarif interkoneksi dengan mengacu kondisi operator yang paling efisien.
"Jika tidak, konsumen berhak mempertanyakannya, karena bertentangan dengan ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," ujar Bambang.
Diketahui, penghitungan tarif interkoneksi masih menjadi pro kontra yang tidak kunjung selesai sampai saat ini. Padahal, tujuannya tidak lain untuk memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat karena tarif telekomunikasi bisa jadi lebih terjangkau.