Bos BEI Cemaskan Aksi Trump Ketimbang Bunga Bank Sentral AS

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio.
Sumber :
  • Viva.co.id/Romys Binekasri

VIVA.co.id – Dalam mengantisipasi gejolak perekonomian global yang berdampak pada negara berkembang seperti Indonesia, pelaku pasar saat ini terus menyoroti kebijakan ekonomi negeri paman Sam. Kebijakan tersebut sangat memengaruhi persepsi pasar dalam mengambil sejumlah langkah strategis. 

The Fed Diproyeksi Pangkas Suku Bunga pada Semester II, Apa Dampaknya ke RI?

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengungkapkan, saat ini dirinya lebih mengkhawatirkan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) dibandingkan dengan rencana bank sentral The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat.

"Saya lebih melihat Trump membuat satu in were looking strategy sehingga AS ekonominya akan membaik. Ini lebih penting AS membaik daripada kenaikan hanya berapa persen," ujarnya saat ditemui di kantornya, Senin, 13 Maret 2017.

Rupiah Melemah Tertekan Keputusan The Fed

Tito menjelaskan, pelaku pasar khususnya para investor pasar modal telah memperhitungkan sentimen The Fed sejak lama. Sehingga, para investor tidak begitu mempermasalahkannya.

"Di pasar modal semua investor udah restore in, dia udah perhitungkan semua berita ini. Dan itu sudah dia masukan ke dalam kejadian-kejadian saat ini dan mulai minggu lalu. Jadi tidak berarti bukan nanti kejadian, pasar akan bergejolak. Enggak lagi," tuturnya.

Aktivitas Ekonomi China dan Penyataan The Fed Buat Rupiah Perkasa

Menurutnya, kebijakan ekstrem yang diputuskan oleh Trump demi perbaikan ekonomi AS nantinya akan berpengaruh signifikan kepada perekonomian global.

"Trump daripada dia paksain naik Fed. Itu pendapat saya pribadi ya. Turunin pajak US$9 triliun ini diturunin caranya gimana, efisiensi. Supaya US$9 triliun bisa diinvestasikan, dia kasih pajak barang Amerika barang China barang Meksiko 25 persen, itu biar AS bisa bersaing. Sesudah itu 600 ribu orang dibuang, tapi rakyat Amerika yang kerja, uang lembur US$15 sejam. Jadi ini namanya in were looking," ujarnya.

Tito menekankan, jika perekonomian AS membaik akan terganggu jika Fed Fund Rate naik. 

"Kalau ekonomi membaik, bisa terganggu kalau suku bunga nya naik. Jadi di Amerika sendiri saya yakin sedang ada diskusi internal.” (mus)
 

Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta

Rupiah Perkasa ke Rp 15.352 per Dolar AS, Ini Pemicunya

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS menguat pada Selasa pagi, 17 September 2024.

img_title
VIVA.co.id
17 September 2024