Minta Kesetaraan Upah, 309 Karyawan Smelting Gresik Dipecat
- Guardian
VIVA.co.id – Sebanyak 309 karyawan PT Smelting Gresik dipecat, lantaran meminta kesetaraan upah. Hal itu diambil secara sepihak oleh perusahaan, yang mana keputusan itu diambil setelah adanya mogok kerja oleh karyawan tersebut.
Ketua pelaksana unit kerja serikat pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Zaenal Arifin mengatakan, pemecatan dilakukan secara sepihak tanpa didahului dengan pertemuan antara perusahaan dan pekerja.Â
"Jumlah pekerja di tempat kami 500 orang, yang mogok kerja 309 orang. Yang mogok ini memegang di seluruh bagian, dari bongkar muat di pelabuhan, finishing, termasuk di laboratory. Ini juga yang menyebabkan pabrik berhenti produksi," kata Zaenal dalam konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa 7 Maret 2017.Â
Dijelaskannya, pabrik smelter yang mengolah konsentrat dari PT Freeport Indonesia ini, pada awalnya merespons negatif tuntutan karyawan terhadap perlakuan diskriminasi kenaikan upah. Perusahaan itu disebut menaikkan upah tanpa menggunakan formula kenaikan upah yang telah ditetapkan sebelumnya. Diskriminasi itu telah dimulai sejak April 2016.
"Sebagian pekerja yang mayoritas itu kenaikannya (gaji) hanya diberikan sebesar lima persen. Di sisi lain, pada posisi tertentu dilakukan kenaikan sebesar 170 persen. Hal ini tidak sesuai dengan kesepakatan yang kami buat melalui perjanjian bersama yang sudah kami sepakati dengan perusahaan," ujar dia.Â
Perundingan pun telah dilakukan, hanya saja bukan kesepakatan yang didapat melainkan justru kesejahteraan yang juga diturunkan oleh manajemen dan dinilai tidak sesuai dalam perjanjian kerja bersama (PKB). Padahal, kata Zainal, para pekerja itu sudah berkontribusi besar terhadap pembangunan smelter.
"Melalui upaya kami menaikkan kapasitas produksi dari 90 ton per jam sampai hari ini 140 ton per jam dengan jumlah pekerja yang tetap," tutur dia.
Ia meminta kepada manajemen untuk dapat  menghargai perjanjian kerja yang telah dibuat. Sebelumnya, kata dia, pihaknya telah melayangkan surat permohonan mogok kepada manajemen dan dinas ketenagakerjaan setempat. Namun, saat mogok berlangsung, manajemen justru melakukan intimidasi besar-besaran dan menganggap mogok kerja tidak sah karena tanpa izin.
"Kami minta kepada manajemen untuk konsekuen dalam menjalankan perjanjian bersama dan PKB yang disepakati," tutur dia. (asp)