Buruh Khawatir Divestasi Saham Freeport Nasionalisme Semu
- ANTARA/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Pemerintah telah mewajibkan PT Freeport Indonesia untuk melakukan divestasi saham sebesar 51 persen kepada pemerintah. Hal itu dilakukan untuk memperkuat kedudukan pemerintah di perusahaan tambang asal Paman Sam itu.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkhawatirkan pengambilalihan saham tersebut hanya nasionalisme semu. Kekhawatiran itu berdasarkan pada kemungkinan besar bahwa pemerintah akan kembali memberikan saham tersebut kepada pihak swasta.
"Kita meminta pemerintah jangan menarik persoalan Freeport ke nasionalisme semu. Jangan-jangan, nanti kasusnya jadi kayak Newmont, seolah ada nasionalisme, pemerintah ingin menguasai, tetapi faktanya diberikan ke swasta, jadi PT Amman. Begitu kita periksa, PT Amman kapitalnya itu China. Jadi, bukan nasionalisme," tutur Said di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa 7 Maret 2017.
Said mengatakan, divestasi itu sangat mungkin diberikan kepada pihak swasta. Hal itu sama seperti yang diisyaratkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan. Kasus PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) tersebut, menurut dia, sangat mungkin terulang pada PT Freeport Indonesia.
"Luhut bilang, bisa saja divestasi 51 persen diserahkan ke swasta. Jadi, bukan nasionalisme. Jangan seolah persoalan Freeport, persoalan nasionalisme yang melibatkan emosi bangsa. Kita setuju nasionalisme, tetapi kasus Newmont menjelaskan nasionalisme semu ini diserahkan ke swasta juga," ujar dia.
Said pun meragukan, pemerintah mampu untuk membeli saham Freeport sebesar 51 persen. "Apa pemerintah mau divestasi 51 persen dalam kondisi saham di AS rugi. Siapa yang mau nanggung," tuturnya.
Sementara itu, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang tengah dipersiapkan untuk mengambil tambang Freeport itu juga dipercayakan terkait kemampuannya.
"Seberapa kuat inalum. Ini pertanyaan kritis. Karena, bagi kami nanti implikasinya ke buruh. Faktanya, PT Amman begitu diambil Arifin Panigoro dengan modal dari China, kesejahterannya menurun. Bahkan, ada PHK dan outsourcing," ujarnya. (asp)