Ekonomi Tumbuh Baik, Temasek Ketagihan Investasi di RI
- VIVA.co.id/Chandra G Asmara
VIVA.co.id – Perusahaan pelat merah asal Singapura, Temasek kembali menyatakan ketertarikannya untuk melakukan investasi di Indonesia sepanjang tahun ini. Hal tersebut dilakukan Temasek, karena melihat kemajuan yang berhasil diraih oleh Pemerintah Joko Widodo saat ini.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, ketertarikan investasi tersebut diketahui, setelah dirinya bertemu dengan Chief Executive Officer (CEO) Temasek, Ho Ching saat melakukan kunjungan ke kantornya pada siang ini, Senin 6 Maret 2017.Â
"Kami banyak bicara soal ekonomi dan beliau berikan pandangan-pandangan dan tertarik kembali melihat investasi di Indonesia. Karena, beliau bilang Indonesia sedang menjadi perhatian dunia saat ini," tegas Luhut.
Ketika ditanya hal apa yang membuat CEO Temasek itu bisa berpendapat tentang kondisi Indonesia saat ini, Luhut mengatakan, mereka mencermati berbagai hal dari soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik, sampai kemampuan Presiden Jokowi dalam mengendalikan kondisi nasional.
"Kemudian beliau tanya, 'Pemerintah fokus di mana?', saya bilang bahwa pemerintah fokus di infrastruktur, mulai dari water purification, jalan, listrik, sea port, air port, pertanian. Karena, investor terbesar Indonesia kan dari Singapura, mereka mau investasi lagi lebih banyak. Makanya dia datang nanya-nanya sana sini," kata Luhut.
Luhut mengaku menyambut baik kunjungan CEO Temasek tersebut, mengingat Presiden Jokowi juga telah mengarahkan jajaran kabinetnya untuk kembali menggiatkan dan menstimulus datangnya investasi langsung, atau Foreign Direct Investment (FDI) di Tanah Air.
"Mereka juga tertarik (investasi) di Batam, Bintan, dan Karimun, karena dekat dengan Singapura. Makanya, tadi saya tawarkan juga kerja sama di Pulau Tolop dan Pulau Nipah. Dia juga mau melihat apakah Temasek ada peluang di sana. Misalnya, buat storage tank dan sebagainya. Sebab, daerah itu kan kedalaman lautnya sampai 28 meter, jadi bisa saja jadi pelabuhan yang dalam," kata Luhut.
"Kemudian, kita juga berpikir spillover (limpahan) dari Singapura, sehingga kalau ada kapal yang sudah kelebihan (muatan) enggak bisa diakomodasi Singapura, maka bisa ke situ," ujarnya. (asp)
Â