Menko Darmin Sebut Sektor Perkebunan Belum Pulih dari Krisis
- VIVA.co.id/shintaloka Pradita Sicca
VIVA.co.id – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, krisis perkebunan Indonesia sudah terjadi sejak 1997, dan masih berlanjut hingga saat ini. Karena, mekanisme perkebunan belum bersinergi skema ekonomi nasional.
"Krisis 1997 lalu, membuat sektor perkebunan itu berlanjut panjang, sampai ke siklus harga hasil sumber daya alam mulai merosot, seiring dengan perlambatan ekonomi dunia," ujar Darmin di Kantor Kementerian Koordintaor Bidang Perekonomian Jakarta, Kamis 2 Maret 2017.
Padahal, ia katakan, sektor perkebunan merupakan sektor yang dikembangkan pertama kali. Bahkan, mungkin sebelum Indonesia merdeka, 100 atau 130 tahun yang lalu.
Meski demikian, sebagian beberapa subsektor perkebunan yang sudah mulai bangkit sekitar 4-5 tahun lalu. Tercermin dengan mulai membaiknya pertumbuhan sektor kelapa sawit, karet, dan komoditas lainnya yang tidak terkait langsung sebagai bahan pangan.
"Beberapa komoditi perkebunan yang sangat di-drive oleh konsumsi, karena dia terkait erat dengan pangan. Maka, sebetulnya tidak merosot sejauh hasil produk perkebunan yang merupakan bahan mentah untuk industri secara umum bukan pangan," ucapnya.
Sehingga, Indonesia perlu menciptakan mekanisme dan sinergi yang tepat di dalam perekonomian nasional. Kemudian, yang dapat mendukung riset pengembangan dan perbaikan pertumbuhan sektor perkebunan secara menyeluruh.
Saat ini, ia katakan, masalah terbesar dari perkebunan ini adalah sudah terlalu tua-tua tanaman-tanaman dan bibit yang kurang unggul. Alhasil, perkebunan Indonesia masih mayoritas bersifat kerakyatan yang skala kecil dan belum dapat berkembang besar.
"Tanpa kelembagaan dan mekanisme yang menghasilkan bibit yang baik, perkembangan perkebunan tidak dapat berkembang dengan pesat. Pemerintah memiliki peranan untuk membentuk standar pembibitan yang baik," ungkapnya.
Lalu, ia mengatakan, untuk mengembangkan standar bibit tersebut di tingkat petani, pemerintah dapat memberikan subsidi dan petani dapat membelinya dengan lebih ekonomis. (asp)