Proteksi Perdagangan Indonesia Bakal Diperketat
- VIVA.co.id/Shintaloka Pradita Sicca
VIVA.co.id – Instrumen non-tariff barriers, atau larangan impor secara mutlak di Indonesia masih belum dimanfaatkan dengan maksimal untuk melindungi produk dalam negeri. Dibandingkan dengan negara ASEAN saja, Indonesia sudah termasuk rendah, total non-tarif barriers Indonesia hingga saat ini tercatat 272 produk.Â
Negara ASEAN yang menggunakan non-tarrif barriers lebih tinggi adalah Malaysia, yang sebanyak 313, Thailand 601, dan Filipina 990. Sementara itu, ada negara ASEAN yang masih lebih rendah penggunaan non-tarrief barriers adalah Singapura yang hanya sebanyak 190 dan Vietnam 171.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengingatkan, saat ini, pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait, perlu lebih perhatikan pemanfaatan non-tarrif barriers. Hal itu dilakukan untuk proteksi perdagangan produk domestik, agar tetap kompetitif, baik di pasar dalam dan luar negeri.Â
"Terkait tarif, bukan instrumen Kemendag (Kementerian Perdagangan) untuk proteksi produk. Ada lain yang lebih dahsyat, yaitu dengan non-tariff barriers. Barang kita juga perlu diporteksi, negara lain juga pakai. Coba lihat Uni Eropa (6.805), Amerika Serikat (4.780)," ujar Airlangga dalam Rapat Kerja Kemendag di Hotel Borobudur Jakarta pada Rabu 22 Februari 2017.
Sejalan dengan itu, pada rapat kabinet, Presiden Joko Widodo meminta kepada kementerian terkait untuk menurunkan rata-rata tarif bea masuk impor, khususnya bahan baku yang akan gunakan pada produk ekspor. Minimal tarifnya setara dengan Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat, dengan rata-rata tarif 6-2 persen.Â
Saat ini, bea masuk Indonesia berkisar delapan persen, tergolong setara dengan China yang rata-rata 10 persen, dan India 12 persen.Â
Ia mengungkapkan, dengan peningkatan penggunaan non-tarrif barriers dan penurunan tarif bea masuk impor bahan baku akan dapat semakin menguatkan produktivitas industri dalam negeri. Selain itu, produk bisa semakin kompetitif dengan negara tujuan ekspor, seperti China.
"Surplus perdanganan dengan negara mitra hampir semua negara pas-pasan. Hanya dengan China defisit US$15 miliar. Dengan China, kita negatifnya di TI," ungkapnya. (asp)