Dua Faktor Penggerak Ekonomi RI 2017
VIVA.co.id – Badan Pusat Statistik merilis realisasi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2016 mencapai 5,02 persen, atau lebih tinggi dibandingkan realisasi capaian pertumbuhan ekonomi sejak 2014. Realisasi tersebut diharapkan menjadi momentum kebangkitan ekonomi Indonesia.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede saat berbincang dengan VIVA.co.id menjelaskan, geliat ekonomi nasional sepanjang tahun lalu relatif cukup baik, apabila tetap mempertimbangkan masih adanya ketidakpastian yang menghantui sejumlah indikator perekonomian.
“Gradual, tapi arahnya membaik. Ini lebih sustain (berkesinambungan), dan stabil. Daripada naik drastis, tapi nanti turun lagi menjadi tidak berkualitas,” ujar Josua di Jakarta, Selasa 7 Februari 2017.
Lantas, bagaimana geliat perekonomian pada tahun ini?
Josua meyakini, konsumsi rumah tangga akan tetap menjadi daya gedor terhadap perekonomian tahun ini. Terlebih, masih ada potensi kelanjutan dari transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia melalui jalur suku bunga yang akan mendorong daya beli masyarakat.
Namun, ada beberapa catatan yang perlu dicermati agar konsumsi masyarakat bisa tetap stabil. Seperti peran pemerintah dalam menstabilisasi harga-harga komoditas pangan, yang bisa menekan perkembangan Indeks Harga Konsumen atau inflasi.
Rencana pembangunan ‘lumbung pangan’ di beberapa daerah perbatasan pun diharapkan mampu menstabilisasi harga pangan, ketika iklim mengganggu produksi pangan. Upaya ini harus dilakukan, demi menjaga tingkat daya beli masyarakat.
“Sebenarnya, polanya setiap tahun sudah bisa diperkirakan oleh pemerintah. Jadi seharusnya, suplai pangan tidak terganggu,” katanya.
Selain dari konsumsi masyarakat, Josua menilai, pembentukan modal tetap bruto atau investasi yang memiliki andil terhadap produk domestik bruto sebesar 32,57 persen diharapkan tahun ini tetap memberikan sumbangsih lebih kepada perekonomian.
Komitmen pemerintah, kata dia, perlu ditegaskan dalam menjaga iklim investasi, di tengah gejolak politik yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun sentimen ini hanya bersifat sementara, pemerintah perlu menegaskan komitmennya mengundang investor ke Indonesia.
“Investasi masih menjadi second driver terbesar perekonomian. Bagaimana menjaga stabilitas rupiah, kondisi politik, serta keamanan dari iklim investasi agar investasi semakin dominan,” ujarnya.
Sementara itu, dari sisi ekspor dan impor, Josua mengatakan, sektor itu akan tetap bergantung pada kondisi perekonomian global. Namun, masih ada harapan untuk memperbaiki kinerja ekspor impor nasional, karena membaiknya harga-harga komoditas dalam beberapa bulan terakhir.
Belajar dari 2016
Josua juga menjelaskan, konsumsi pemerintah sepanjang tahun lalu tidak memberikan andil yang cukup signifikan terhadap laju perekonomian nasional. Data otoritas statistik menunjukkan, konsumsi pemerintah justru mencatatkan minus 0,15 persen.
Dia menilai, seretnya konsumsi pemerintah sepanjang tahun lalu tak lepas dari konsekuensi target penerimaan pajak yang tidak realistis, sehingga terjadi pemangkasan anggaran di era kepemimpinan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Namun, ia optimistis, dengan struktur anggaran yang jauh lebih kredibel tahun ini, tentu tidak akan memengaruhi kontribusi pemerintah terhadap kualitas pertumbuhan. Terlebih, pada tahun ini, kas negara akan difokuskan kepada sektor yang dapat memiliki nilai tambah.
“Target fiskal tahun ini jauh lebih bisa diterima. Di tengah penghematan, saya kira masih berkualitas dan kredibel,” katanya. (art)