Daerah Perbatasan RI Rawan Krisis Pangan

Pemerintah tidak akan menerbitkan kebijakan yang menggerus daya beli masyarakat hingga di penghujung tahun.
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA.co.id – Pendistribusian bahan pokok pangan di wilayah Sulawesi Utara khususnya yang berbatasan dekat dengan Filipina, seperti di Miangas memprihatinkan. Hingga memasuki musim penghujan saat ini, krisis pangan masih terjadi di daerah tersebut. 

Sampaikan Amanat Presiden Prabowo, Wamen Ossy Pimpin Upacara HUT ke-53 KORPRI di Kementerian ATR/BPN

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, krisis pangan di daerah tersebut tidak terjadi sekali atau dua kali. Namun, hampir di setiap cuaca buruk tiba. 

Pendistribusian bahan pokok pangan ke daerah sana pun tidaklah rutin, karena diungkapkannya, cukup mahal. Meski tidak disebutkan angkanya, yang pasti membuat pedagang sulit mendapatkan pasokan. 

Daftar Harga Pangan 29 November 2024: Bawang Merah hingga Daging Sapi Naik

"Tidak rutin (pasokan pangan). Harusnya tiap minggu ada yang suplai. Kadang masuk sebulan sekali, dua minggu sekali. Jumlah penduduk di sana enggak terlalu banyak, tapi beberapa komoditas yang penting seperti beras sayur itu kan komoditas yang penting," ujar Abdullah kepada VIVA.co.id pada Jumat, 3 Februari 2017.

Pedagang di sana pun tidak difasilitasi mesin penyimpanan pangan (coldstorage) oleh pemerintah. Penyimpanan dilakukan secara mandiri sesuai kemampuan masing-masing pedagang. 

RI Hentikan Impor Garam Tahun Depan, Menko Zulhas: Harus Swasembada

Ketidakteraturan pendistribusian ini membuat harga bahan pokok pangan di wilayah Sulut khususnya kabupaten perbatasan sangat tinggi. 

"Harga beras 100 persen lebih mahal dari yang ada di Jawa. Kalau Jawa Rp11 ribu di sana bisa Rp22 ribu. Apalagi komoditas lain," ujarnya. 

Karena itu, sebagian bahan pokok pangan, sekitar 40 persen pedagang impor dari Filipina. Pemenuhan dari dalam negeri, menurut dia, lebih pada produk buah-buahan ketimbang sayur-mayur. 

Dengan fakta ini, pemerintah diharapkan memberikan insentif terhadap pengadaan ketersediaan bahan pokok pangan di daerah itu. "Kalau kita terbiasa ambil dari luar negeri, tentu akan diragukan kedaulatan pangan kita oleh negara lain," ucapnya. 

Menurut dia, krisis pangan juga banyak terjadi di daerah-daerah perbatasan, tidak terjadi di Talaud saja. "Kalau untuk hajat hidup rakyat, kita (pemerintah bersama pihak berkepentingan) tidak seharusnya terlalu banyak alasan untuk berupaya melakukan pemenuhan," tuturnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya