E-Commerce, Celah Produk China Masuk dengan Bebas ke RI
- Taobao
VIVA.co.id – Sikap proteksionisme Indonesia terhadap produk China masih sangat longgar. Alhasil, nilai impor Januari hingga November 2016 paling tinggi mencapai US$27,548 miliar dari total nilai impor berbagai negara sebesar US$105,785 miliar.
Nilai impor yang tinggi ini pun didorong oleh keberadaan perdagangan berbasis digital atau e-commerce.
"Barang China banyak masuk, terutama saat ini, banyak masuk melalui e-commerce. Produk yang masuk melalui e-commerce bisa dibilang datang dengan fasilitas lagi, karena barang yang masuk, sedikit ada aturan pemerintah, yang masuk (via e-commerce) tidak dikenai bea masuk," kata Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kadin Indonesia, Handito Joewono kepada VIVA.co.id pada Kamis, 26 Januari 2017.
Ia menjelaskan, aturan khusus terkait bea masuk untuk e-commerce itu patut dihilangkan dan disetarakan dengan barang yang masuk melalui perdagangan konvensional.
E-commerce Indonesia telah memiliki beberapa peraturan dan bahkan roadmap, tapi pendekatannya masih hanya kepada perlindungan konsumen. Sementara dari sisi perlindungan daya saing pelaku usaha domestik kurang mewadahi.
Sementara itu, menurut Handito di negara China diberlakukan bea masuk untuk produk luar negeri. Ada pun pemerintah China memberikan kebebasan bea masuk, tapi dengan batasan nilai transaksi tertentu. Sementara untuk eksportir China, diberikan skema insentif dengan dibebaskan bea keluar.
“Di Indonesia dengan peraturan yang kurang terperinci, manfaat e-commerce hanya dirasakan para pelaku usaha besar dan hanya di kota besar. Padahal, manfaat e-commerce semestinya dapat menyentuh pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di daerah,” tuturnya.
Animo penggunaan e-commerce di Indonesia sifatnya masih mengikuti arus dari perkembangan global. "Kita sebagai pihak yang memanfaatkan e-commerce, bukan mengembangkan e-commerce. Tidak benar-benar maju, tapi terbawa maju, ikut-ikutan.” (mus)