Pertahanan Dagang RI Lemah Hadapi Perdagangan Bebas
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Pertahanan dagang Indonesia belum maksimal dalam menghadapi era perdagangan bebas. Instrumen dari World Trade Organization, atau organisasi internasional yang mengawasi pakta perdagangan, pun belum dimanfaatkan Indonesia secara maksimal.
Masuk di era perdagangan bebas, WTO telah memberikan instrumen setiap negara untuk dapat bersaing secara kompetitif, terdiri dari instrumen countervailing duties, anti-dumping, dan safeguard.
"Penggunaannya (instrumen WTO) belum optimal," ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno, saat berbincang dengan VIVA.co.id di Jakarta, Rabu 25 Januari 2017.
Sementara itu, lembaga dalam negeri sendiri di bawah koordinasi Kementerian Perdagangan yang berfungsi melindungi industri dan produk industri domestik, yaitu Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Pasar Indonesia (KPPI), pemanfaatannya juga masih rendah.
"Itu saja, harusnya capacity building-nya dinaikkan. Itu kan, sebenarnya dalam bahasa kasarnya trade defense, pertahanan trade dari serangan dari luar, karena kita sudah melakukan perjanjian dagang bebas dengan beberapa negara. Tapi bebas itu kan bukan telanjang, tetapi manage. Manage itu, tentu ada aturan-aturannya," ungkapnya.
Pada Desember lalu, Indonesia kalah dalam gugatan dari Amerika Serikat dan Selandia Baru di pengadilan WTO, terkait persoalan hambatan impor yang diterapkan Indonesia terhadap produk peternakan dan pertanian.
Indonesia masih memiliki kesempatan untuk melakukan banding, paling lambat 60 hari untuk mengajukan banding dari keputusan tersebut.
Menurutnya, Indonesia perlu menyewa pengacara terbaik tingkat dunia. "Karena, kalau hanya mengandalkan diplomasi dagang teman-teman birokrat di perdagangan pasti enggak mampu. Kita ingat mobil nasional dulu, kita juga kalah karena ketidakmampuan kita berargumen. Kalau lawyer, kan suka berargumen," tuturnya. (asp)