Royalti 40 Persen, Peneliti Diharapkan Senang Patenkan Karya
- microprolabs.de
VIVA.co.id – Pemerintah terus mendorong agar para peneliti mematenkan hasil riset. Salah satu upaya pemerintah yakni dengan revisi undang-undang paten lama, UU Nomor 14 Tahun 2001 menjadi undang-undang paten baru, yakni UU Nomor 13 Tahun 2016. Norma dalam undang-undang paten lama dianggap sudah jauh berubah dari undang-undang sebelumnya.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhamad Dimyati menjelaskan, dalam UU Paten baru tersebut, paten atau hak cipta kini sudah tidak hanya menjadi milik Perguruan Tinggi (PT) atau institusi saja. Peneliti atau penemu paten punya hak dari paten riset.
"Peneliti juga menikmati nilai ekonomis dari penelitian," ujar Dimyati saat ditemui di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, Kamis 19 Januari 2017.
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2016, peneliti atau penemu paten dapat 40 persen dari paten yang dipakai industri, sedangkan perguruan tinggi atau institusi mendapat royalti atau manfaat dari paten sebesar 60 persen.
Selain peneliti menikmati hasil penelitian yang dipatenkan, Dimyati menjelaskan, mereka juga mendapatkan insentif, yakni insentif pengurusan hak paten. Pemeliharaan paten pada lima tahun pertama nol persen dan pada tahun keenam sampai masa habis paten dikenakan 10 persen.
"Mudah-mudahan ini mendorong teman-teman untuk melanjutkan penelitian menjadi paten, menjaga kekayaan intelektual," ungkap Dimyati.
Dimyati mengakui, memang mengurus paten itu berbelit, tapi pemerintah berkomitmen memudahkan dengan membentuk unit-unit sentra Hak Kekayaan Intelektual di perguruan tinggi. "Itu langkah awal agar teman-teman mau mendaftarkan paten," ujar Dimyati.