Presiden Didesak Tolak Hentikan Mineral Mentah
- MARKO DJURICA/REUTERS
VIVA.co.id – Koalisi Masyarakat Sipil Publish What You Pay Indonesia, mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral, Ignasius Jonan, untuk membatalkan kebijakan pelonggaran (relaksasi) ekspor pertambangan mineral, baik untuk ekspor bahan mentah, maupun konsentrat.
Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Maryati Abdullah menyatakan, pemerintah telah terang-terangan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan amanat Undang Undang Minerba tahun 2009 pasal 102 dan 103, yang mewajibkan perusahaan minerba untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
"Sekaligus, bertentangan dengan pasal 170, yang mewajibkan seluruh pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan pada 2009,” kata Maryati dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu 18 Januari 2017.
Ia mengatakan, Presiden Jokowi harus mencabut kembali Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Termasuk, memerintahkan Menteri ESDM untuk mencabut Peraturan Menteri ESDM Nomor 5/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, dan Permen ESDM Nomor 6/2017 tentang Tata Cara Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Menurut dia, Ketiga beleid yang diterbitkan pada tanggal 11 Januari 2017 tersebut, memberikan jalan bagi pemerintah untuk memberikan izin ekspor nikel dan bauksit yang belum dimurnikan, atau berkadar rendah, yaitu nikel berkadar di bawah 1,7 persen dan bauksit yang telah dilakukan pencucian. "Keduanya, dapat dikategorikan sebagai bahan mentah," kata dia.
Selanjutnya, kata dia, beleid ini pun memberi peluang perubahan status perusahaan tambang dari kontrak Karya menjadi izin usaha pertambangan (IUP) dan IUP Khusus, tanpa melalui proses yang telah ditetapkan oleh UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Selain itu, beleid ini juga memberikan kelonggaran bagi IUPK untuk melakukan ekspor konsentrat hingga lima tahun ke depan.
Maryati menegaskan bahwa pemerintah, juga secara nyata tidak tunduk terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XII/2014, yang memperkuat kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, dan menyatakan bahwa semangat UU Minerba sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
"Karena, kewajiban ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat," kata dia. (asp)