Empat Poin Baru dalam Perombakan Aturan Minerba
- VIVA.co.id/Chandra G. Asmara
VIVA.co.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan secara resmi pada Kamis 12 Januari 2017 kemarin menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Aturan ini merupakan revisi keempat dari PP Nomor 23 Tahun 2009. Setidaknya ada empat poin baru dalam perubahan payung hukum tersebut. Perubahan ini, merupakan konsistensi pemerintah dalam menerapkan apa yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Lantas, apa saja yang poin perubahan-perubahan tersebut?
Pertama, mengenai perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51 persen secara bertahap. Sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo, maka seluruh pemegang kontrak karya maupun Izin Usaha Pertambangan harus patuh terhadap kewajiban ini.
“Jangka waktunya 10 tahun sejak produksi. Secara mayoritas akan dikuasai oleh negara, sekurang-kurangnya dikuasai oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara),” kata Jonan dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta.
Perubahan kedua, adalah jangka waktu permohonan perpanjangan IUP dan IUPK, secepat-cepatnya selama lima tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha. Pemerintah, ditegaskan Jonan, memiliki alasan tersendiri mengubah jangka waktu tersebut.
“Setahun tidak akan cukup untuk investasi. Kalau pertambangan mineral logam itu harus diberikan waktu yang cukup,” katanya.
Sedangkan perubahan ketiga, pemerintah mengatur tentang harga patokan penjualan mineral dan batubara. Yang terakhir, mewajibkan pemegang KK untuk mengubah izin yang sebelumnya contract of work, menjadi rezim perizinan atau IUPK. Aturan ini diperuntukan bagi subsektor mineral dan batubara.
“Ini tidak wajib. Kalau mau KK terus, tidak apa-apa. Kalau tidak (ekspor konsentrat), wajib mengubah menjadi IUPK. Ini bukan hanya untuk badan usaha tertentu ya,” ujarnya.