Berikan Izin Asing Kelola Kepulauan Indonesia Melanggar UU
VIVA.co.id – Pemerintah membuka ‘karpet merah’ bagi negara asing untuk kelola pulau-pulau di Indonesia. Bahkan, negara-negara asing itu diizinkan untuk memberi nama pada pulau-pulau tersebut.
Atas hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai pengelolaan pulau-pulau dalam negeri atas nama investasi tidak dibenarkan. Apalagi jika itu terkait dengan pulau-pulau kecil terluar dan wilayah pesisir.
"Praktik semacam itu tentunya bertentangan dengan 33 UUD 1945 ayat (3) yang berbunyi; bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," ujarnya di komplek DPR RI, Kamis 12 Januari 2017.
Setidaknya, kata Heri praktik investasi di pulau-pulau kita yang sebelumnya dikabarkan mencapai triliunan rupiah belum jelas benefitnya buat Indonesia secara utuh.
"Yang terjadi justru, dari pengalaman-pengalaman yang sudah ada, orang-orang asing yang mengelola pulau-pulau kita justru semakin mengerdilkan peran masyarakat lokal. Tentunya ini dapat menimbulkan potensi gesekan dan kerawanan sosial baru," ujarnya.
Heri melihat, sudah pasti kebijakan pemberian ‘karpet merah’ kepada asing untuk mengelola pulau-pulau kita akan sangat menganggu kepentingan nasional. Dan kalau sudah bicara kepentingan nasional rasanya tidak boleh ada alasan lagi, termasuk alasan investasi. Kepentingan nasional itu paten, harga mati.
"Jangan sampai karena kondisi keuangan negara yang hampir jebol, lalu semua cara harus diambil. Bahkan harus ‘menyewakan’ kedaulatan nasional," jelasnya.
Heri menjelaskan, dari 4.000 pulau tak bernama, yang disebut-sebut akan ditawarkan kepada asing pengelolaannya adalah bentuk kesesatan berpikir. Mestinya yang bertanggung jawab mengelola itu adalah pemerintah nasional, bukan asing.
"Asing yang datang mengelola pulau-pulau itu sudah pasti punya kepentingan yang beragam. Bungkusannya saja investasi. Kita tidak pernah tahu aktifitas mereka di situ. Lebih-lebih jika di kawasan pulau-pulau tersebut tersimpan kekayaan alam yang sangat bernilai. Dengan sistem pengawasan kita yang masih relatif lemah, besar kemungkinan kita bisa kecolongan. Ujungnya kedaulatan kita terancam. Belajarlah dari kasus Sipadan dan Ligitan yang akhirnya kita kalah karena pihak lain sudah lebih lama melakukan aktivitasnya di sana," kata Politisi Gerindra ini.
Heri menambahkan, bukankah pada tahun 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp5 triliun atau sebesar Rp15.801,2 triliun. Dimana salah satu program prioritasnya adalah pengembangan ekonomi di pulau-pulau terluar. Tentu, langkah semacam inilah yang mustinya dibuat. Bukan justru menyewakan pulau-pulau tersebut kepada asing.
"Untuk itu, saya meminta pemerintah untuk menilai dan mengkaji dengan lebih komprehensif kebijakan tersebut. Utamakan kepentingan nasional di atas segala-galanya. Tentunya partai Gerindra sudah pasti akan menolak dengan tegas seluruh kebijakan yang mengancam kedaulatan dan kepentingan nasional," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan Heri, Ada banyak alasan kebijakan tersebut harus ditolak diantaranya, sampai saat ini pemerintah tidak punya spesifikasi masing-masing pulau yang menyeluruh yang dilandaskan pada kajian berbagai aspek, seperti ideologi, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan, untuk kepentingan bangsa dan negara, bahkan nama pulaunya pun belum punya.
"Mekanisme pengawasan atas pulau-pulau tersebut dirasakan masih sangat lemah, termasuk postur pengamanan yang kurang handal," katanya.
Masih kata Heri, pemerintah masih belum transparan dalam menginformasikan dengan jelas dan tegas pulau-pulau yang telah disewakan.
"Dengan begitu, maka publik bisa mengetahui dan menghitung berapa besar keuntungan yang didapatkan dari pengelolaan pulau oleh asing," katanya. (webtorial)