YLKI Endus Kartel yang Mainkan Harga Cabai
- VIVA.co.id/Raudhatul Zannah
VIVA.co.id – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai, melonjaknya harga cabai di pasaran belakang ini, bukan lagi masalah cuaca, atau gagal panen semata. Ketua YLKI, Tulus Abadi menduga kuat ada pihak-pihak tertentu yang mendistorsi pasar, terutama di jalur distribusi.
"Bisa dengan cara penimbunan dan, atau kartel oleh pedagang besar, dan distributor," kata Tulus melalui keterangan tertulisnya, Kamis 12 Januari 2016.
Untuk itu, dia meminta pemerintah dan KPPU bisa melakukan pengusutan dan penyidikan yang mengarah sebagai tindak pidana ekonomi. "Pemerintah tak boleh membiarkan fenomena ini, tanpa tindakan berarti dan menyerah pada pasar," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, masalah kenaikan cabai di pasaran tidak berlangsung lama. Menurutnya, hal itu terjadi karena faktor cuaca saja.
"Dugaan ini ada hujan, la nina (badai), kalau panen cabai, itu busuk. Nah, produksi tetap cukup, sekarang begitu kering, langsung turun itu (harga cabai), dari Rp100 ribu sekarang jadi Rp30 ribu," ujarnya.
Sementara itu, petani cabai di Dewa Purworejo, Ngantang, Kabupaten Malang, justru merasakan hal aneh, di mana saat harga cabai naik, para petani justru menjual cabai hasil panen dengan harga murah. Mereka juga menolak menjual kepada pada tengkulak.
Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah, Yiguantoro mengatakan, para petani menjual cabai dengan harga Rp35 ribu per kilogram. Mereka menjual hasil panennya kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (persero) dan Perum Bulog. Padahal, tengkulak berani membeli dengan harga Rp70 ribu hingga Rp80 ribu per kilogram. (asp)