Cabai Semakin Mahal, Industri Makanan Tak Naikkan Harga
- ANTARA FOTO/Saiful Bahri
VIVA.co.id – Kebutuhan komoditas cabai untuk industri bagi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia saat ini masih cukup terpenuhi. Kebutuhan konsumsi cabai untuk industri sendiri sebesar 100 ribu ton per tahun.
Ketua Umum Gapmmi, Adhi S Lukman, mengatakan kebutuhan cabai untuk makanan dan minuman (mamin) tersebut hanya sekitar 10 persen dari kebutuhan nasional, lebih kecil dibandingkan kebutuhan konsumsi yang lebih dari satu juta ton per tahun.
"Mamin sendiri tidak kekurangan. Kami sudah ada kontrak-kontrak dengan petani. Tapi, masalah di harganya (tinggi). Kita enggak bisa serta merta menaikkan juga (produk mamin)," ujar Adhi di Kementerian Perdagangan Jakarta pada Senin, 9 Januari 2017.
Ia mengatakan harga cabai rawit untuk mamin (di tingkat konsumen) pada minggu lalu sudah sekitar Rp115-150 ribu per kilogram (kg). Sedangkan, cabai jenis besar harganya di kisaran Rp40-50 ribu per kg. "Itu yang paling tinggi. Pada 2015 pernah tinggi juga, tapi hanya sampai Rp100 ribu per kg. Itu harga di konsumen," ucapnya.
Kemudian, ia berharap pemerintah dapat segera mengatasi persoalan ketersediaan dan stabilitas harga cabai yang saat ini tengah menjadi sorotan karena kian melonjak harganya dan adanya disparitas harga tiap daerah.
Menurutnya, pemetaan kebutuhan dan produksi cabai sangat diperlukan untuk dikelola dengan baik. Lalu, penggunaan teknologi usai panen itu diharapkannya lebih digencarkan.
"Artinya teknologi penyimpanan, pendingin diterapkan agar ada cadangan saat panen melimpah. Disimpan dengan teknologi agar masa pakai lebih panjang. Misalnya tiga hingga enam bulan," ungkapnya.
Selebihnya, ia berpendapat bahwa masyarakat Indonesia sendiri harus mau mengubah kebiasaan dari cabai segar ke cabai kering. Mau tidak mau harus menyinkronkan kondisi.