Persaingan Global, Laba Usaha Makanan dan Minuman Tergerus
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia pada setahun belakangan mengalami penurunan keuntungan. Penurunan pendapatan industri makanan dan minuman tiap perusahaan bervariasi.
"Variatif dari tiap perusahaan. Saya enggak bisa bilang berapa sampai berapa. Cuma makin banyak pengusaha yang bilang makin turun marginnya. Rata-rata mamin itu rendah, di bawah 10 persen keuntungannya," ujar Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin, 9 Januari 2017.
Adhi mengatakan, salah satu penyebabnya adalah persaingan perdagangan di tingkat global yang makin ketat. Ia berharap pemerintah melalui kementerian terkait mulai berhati-hati dengan kebijakan yang dikeluarkan. Pemerintah harus mempertimbangkan betul perdagangan global dan kedaulatan pangan.
Terlebih saat ini, ia mengatakan, Indonesia kalah gugatan terhadap Amerika Serikat dan Selandia Baru di Organisasi Perdagangan Dunia pada penghujung tahun lalu, terkait non-tariff barriers hasil pertanian dan peternakan.
"Itu menandakan kami enggak bisa sembarang membuat kebijakan. Ancaman gugatan makin banyak. Setelah kalah dengan Selandia Baru dan AS, kami akan menghadapi gugatan Brasil dan sebagainya," ucapnya.
Meski mengaku situasinya sulit, dia tetap optimistis bahwa industri makanan dan minuman tetap dapat tumbuh seperti 2016, yaitu di kisaran 8,2-8,5 persen atau senilai Rp1.400 triliun. Pertimbangannya adalah harga komoditas pertanian yang jadi sumber daya beli masyarakat sudah mulai membaik, beberapa komoditas produksinya meningkat.
"Ini kan bagus buat mamin, jadi saya optimistis pertumbuhannya baik. Tapi, sekali lagi, tantangannya di keuntungan yang tergerus," ucapnya.