Terlahir, Embrio Setengah Manusia dan Setengah Babi
- www.theguardian.com/Pablo Ross/UC Davis
VIVA.co.id – Peneliti di Universitas of California, Davis, Amerika Serikat mengumumkan kesuksesan terobosan mereka. Peneliti mampu 'melahirkan' embrio setengah manusia dan setengah babi dalam percobaannya.Â
Mereka sukses menyuntikkan sel punca manusia ke dalam embrio babi dengan menggunakan sistem pengeditan gen yang disebut Crispr.Â
Laman Vice yang mengutip laporan dari The Guardian, Jumat, 6 Januari 2017, disebutkan ilmuwan tak akan berhenti menjalankan penelitian mereka selama 28 hari. Ilmuwan yakin babi yang menjadi percobaan tetap tumbuh secara normal, sementara pankreas manusia di dalam babi juga akan tetap sehat.Â
Sel punca human induced pluripotent (iPS) yang disuntikkan ke babi memiliki potensi untuk berkembang dalam tiap jenis jaringan pada embrio babi tersebut. Meski sel punca itu berasal dari luar babi, tapi sel tersebut tidak mendapat penolakan dari embrio babi. Hal ini karena sistem kekebalan pada embrio itu belum berkembang.Â
Sel punca manusia itu diharapkan mengikuti isyarat kimia embrio babi untuk berkembang menjadi jaringan yang berbeda dari janin tersebut.Â
Dalam banyak kasus, sel punca manusia digantikan sel embrio babi, tapi dalam kasus pankreas, sel babi tak mampu. Oleh sebab itu, embrio babi terus mengembangkan pankreas yang berasal dari sel manusia yang disuntikkan tersebut.Â
Pakar genetika dari Francis Crick Intitute, London, Inggris, Robin Lovell-Badge, menanggapi percobaan yang dilakukan peneliti di kampus AS tersebut. Crick mendukung ide dan gagasan yang dikembangkan peneliti tersebut.Â
"Anda pada dasarnya menciptakan lubang vakum, sehingga sel manusia menanggapi isyarat yang tepat, mereka membuat pankreas. Sementara sel babi tidak bisa melakukan itu," jelas dia.Â
Peneliti saat ini belum tahu apakah sel punca manusia itu bisa berkontribusi pada jaringan lain, termasuk pada otak.Â
Meski percobaan setengah manusia setengah babi itu merupakan sebuah lompatan bagi dunia sains, tapi ada yang mengkritiknya.Â
Beberapa pengkritik menyoroti soal transplantasi beda spesies yang bisa menyebarkan virus pada hewan ke manusia. Kekhawatiran lainnya, percampuran DNA lintas spesies bisa berdampak pada otak hewan.Â
Soal kekhawatiran dampak buruk pada otak hewan, kepala ilmuwan yang menjalankan proyek itu, Pablo Ross, membantahnya. Ross mengatakan, potensi babi kemudian mengembangkan otak manusia sangat rendah, sehingga dia mengatakan publik jangan mengkhawatirkan hal tersebut. (ase)