DPR Ingatkan Pemerintah Tentang Bencana Keuangan Nasional
VIVA.co.id – Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dikabarkan memutuskan segala hubungan kemitraan dengan JP Morgan Chase terkait bank persepsi. Pasalnya, hasil riset bank investasi asal AS tersebut dinilai berpotensi menciptakan gangguan stabilitas sistem keuangan nasional.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan jauh-jauh sebelumnya, ia mengaku sudah mengingatkan pemerintah terkait risiko yang terjadi akibat dilibatkannya bank-bank asing untuk menampung dana tax amnesty.
"Kita sudah ingatkan pemerintah untuk belajar tentang risiko keuangan dan guncangannya dari yang kejadian mirip di masa lalu. Sebaiknya pemerintah punya cara dan jalan berpikir yang lebih nasionalis," ujarnya di Senayan, Jumat 6 Januari 2017.
Heri menuturkan, Komisi XI juga sudah pernah mengingatkan pemerintah tentang bahaya terhadap ketahanan sistem perbankan yang kropos dengan adanya keterlibatan bank-bank asing itu.
"Meskipun sudah di lock, bisa saja sewaktu-waktu dana itu bisa keluar kapan saja. Atau bisa dibawa lari lewat modus-modus tertentu. Yang rugi, kita juga. Terlepas karena modus, pengaruh politik maupun kondisi di dalam maupun negeri. Bahaya-bahaya seperti itu seharusnya bisa lebih diperhatikan pemerintah," ujarnya.
Ia menilai, pemutusan kontrak dengan JP Morgan Chase sebuah firma sekuritas, perbankan investasi dan perbankan eceran global Amerika Serikat itu sudah pasti terkait dengan hasil riset JP Morgan yang berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan nasional. Dari hasil riset itu disebutkan bahwa JP Morgan menggeser rekomendasi portfolio mereka, menurunkan Brazil dari Overweight ke Netral, menurunkan Indonesia dari Overweight ke Underweight, dan Turki dari Netral ke Underweight. Sayangnya, JP Morgan tak menjelaskan secara rinci terkait alasan melakukan rekomendasi downgrade atas Indonesia.
"Tapi, jika membaca hasil riset yang ada, maka bisa dilihat bahwa ada kehawatiran di pasar obligasi yang pertumbuhannya lebih cepat dan defisit lebih tinggi. Peningkatan volatilitas ini bisa meningkatkan premi risiko di negara berkembang seperti Indonesia yang berpotensi menghentikan dan membalikkan aliran (modal) ke fixed income negara berkembang, bukan bicara besar kecil dan signifikannya tidaknya," katanya.
Heri menambahkan, kekhawatiran itu tidak berhenti di situ. Ada juga kekhawatiran terkait tingginya tekanan sosial di Jakarta. Pada tahun 2016, investor asing melakukan aksi beli di pasar saham Indonesia sebesar 2,4 miliar dolar AS.
"Ini tentu pertanda yang tidak baik bagi stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi banyak dana-dana hasil tax amnesty yang disimpan di situ," ujarnya.
Untuk itu, kata Heri terkait hal tersebut Komisi XI berharap pemerintah memperhatikan betul performa bank-bank asing bahkan perbankan swasta nasional kita di mana ada dana-dana negara yang disimpan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, hasil riset JP Morgan harus jadi warning buat pemerintah bahwa potensi gangguan sistem keuangan sedang mengancam kita. Dan sepertinya ini berpotensi ke arah eskalasi yang lebih besar dan luas.
Kedua, harus dipastikan bahwa JP Morgan Chase Bank tidak lagi menerima setoran penerimaan negara dari siapapun di seluruh cabang JP Morgan Chase.
Ketiga, perlu dilakukan penyelesaian sesegera mungkin segala perhitungan atas hak dan kewajiban terkait pengakhiran penyelenggaraan layanan JP Morgan Chsse sebagai Bank Persepsi.
Keempat, perlu ada sosialisasi masif kepada publik terkait pemutusan kontrak kerjasama tersebut.
Kelima, perlu ada evaluasi terhadap bank-bank asing maupun perbankan swasta nasional yang berperan sebagai bank persepsi. Sebab, tidak menutup kemungkinan potensi dan risiko serupa bisa terjadi di bank-bank asing dan swasta nasional lainnya. Kalau sekelas JP Morgan saja bisa terkena imbas apalagi yang lainnya.
Keenam, perlu ada peninjauan dan evaluasi terhadap dana-dana hasil tax amnesty yang disimpan di bank-bank asing dan perbankan swasta nasional lainnya. Termasuk dasar hukumnya yang dinilai tidak terlalu kuat karena hanya ditopang oleh peraturan sekelas PMK. (webtorial)