Mendag Tolak Tawaran Impor Beras dari Negara Sahabat
- VIVA.co.id/Raudhatul Zannah
VIVA.co.id – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menolak permintaan nota kesepakatan impor beras dari sejumlah negara, seperti Pakistan, India, Myanmar, dan Kamboja. Sebab, ketersediaan beras dalam negeri di Perum Bulog masih aman.
Perhitungan Perum Bulog per 30 Desember 2016, stok beras di gudang Bulog mencapai 1,73 juta ton, atau setara dengan kebutuhan konsumsi 6,6 bulan. Terdiri dari stok public service obligation (PSO), atau beras sejahtera, cadangan beras pemerintah, dan beras komersial.
"Yang terjadi sekarang, para Mendag (Menteri Perdagangan) dari Pakistan, India, Myanmar, dan Kamboja, meminta perbarui dan tanda tangani MoU (Memorandum of Understanding) jual beras. Saya sampaikan, kami sementara ini belum berpikir untuk impor beras," ujar Enggar dalam rapat kerja nasional (Rakernas) di Hotel Bidakara Jakarta pada Kamis 5 Januari 2017.
Menurut Enggar, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman pun tidak memberikan rekomendasi impor. Terlebih, ia mengungkapkan, permintaan sejumlah negara tersebut untuk lakukan impor cenderung menyimpang.
"Mereka berpesan hanya sekadar MoU, mereka minta tolong tanda tangani saja. Ini untuk konsumsi politik. Saya enggak berani tanda tangan, kalau enggak ada izin Mentan," ucapnya.
Penolakan tersebut, sejalan dengan langkah strategis pemerintah Indonesia yang bertekad untuk swasembada pangan, yang mana Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian berkoordinasi untuk meningkatkan produksi.
Lalu, bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk meningkatkan kapasitas kemampuan masyarakat desa dalam bidang pertanian.
"Kami harus jaga mata rantai pasok. Ini yang membentuk harga berlebihan. Kami ajak bicara distributor desa, agar tidak ambil untung berlebihan. Beberapa komoditas telah kami lakukan (pembicaraan dengan pelaku usaha), sehingga mata rantai akan diatasi dengan harga yang kita tetapkan," tuturnya.
Sementara itu, sebagai bagian dari upaya swasembada pihaknya akan evaluasi Sistem Resi Gudang (SRG), karena pada 2016 hampir 50 persen barang tersedia, tetapi tidak terdistribusi secara merata.
"Salah satu masalah ada di SDM (sumber daya manusia). Kedua, supporting perbankan dan fasilitas yang tersedia. Sehingga, ke depan SRG kita targetkan dengan paket yang lengkap, kualitas, dan kuantitasnya biar bisa berjalan," jelasnya. (asp)