Kepala BKPM: JPMorgan Punya Hak Independen dalam Beri Rating
VIVA.co.id – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong, memiliki pandangan berbeda terkait keputusan Menteri Sri Mulyani terhadap hasil riset JPMorgan Chase Bank NA, yang menurunkan peringkat surat utang Indonesia dari overweight menjadi underweight.
Sebagai mantan pelaku industri keuangan, Lembong menilai JPMorgan Chase Bank memiliki hak independen dan hal tersebut merupakan sesuatu yang harus dihargai.
"Sebagai mantan investor bank, di dalam satu lembaga itu ada unit yang independen satu dan lainnya. Yang mereka jual ke investor itu independensi. Kita juga harus hargai bahwa independensi daripada departemen riset di masing-masing investment bank itu," katanya di Jakarta, Rabu, 4 Januari 2017.
Lembong menyampaikan, sentimen JP Morgan ini hanyalah bersifat jangka pendek. Sementara jika dilihat dari jangka panjang, prospek investasi surat utang di Tanah Air masih cukup baik.
"Meskipun jangka pendek kita di down grade oleh JPMorgan, tapi menurut saya ini hanya jangka pendek. Secara struktural, jangka panjang kelihatannya prospek kita cukup baik," tutur dia.
Lembong mengingatkan, Indonesia tidak perlu terlalu terpengaruh dengan hasil riset dari JPMorgan tersebut. Karena, lembaga riset internasional lainnya justru menaikkan peringkat investasi di Indonesia.
Lebih lanjut menurutnya, yang terpenting saat ini Pemerintah dan seluruh pelaku usaha harus bersinergi demi menjaga fundamental ekonomi Indonesia. Jika neraca perdagangan dan transaksi berjalan positif, serta pertumbuhan ekonomi stabil maka dengan sendirinya peringkat Indonesia akan kembali naik.
"Jadi bagaimana kita jangan kehilangan momentum. Kenapa sentimen naik, karena upaya reformasi perekonomian yang membuat kita lebih praktis. Ini harus berkelanjutan," ujar Lembong.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memutus hubungan kemitraan dengan JPMorgan dalam hal kemitraan sebagai bank persepsi tax amnesty dan agen penjualan surat utang negara. Pemutusan kontrak ini berlaku per 1 Januari 2017, karena hasil riset JPMorgan berpotensi menciptakan gangguan stabilitas sistem keuangan nasional.
(ren)