Faktor Ini Hambat Kenaikan Harga Minyak
- CNBC
VIVA.co.id – Harga minyak mentah dunia Selasa kemarin, waktu New York, ditutup turun, setelah dalam 18 bulan mengalami peningkatan tertinggi. Turunnya harga minyak di awal tahun ini, disebabkan oleh menguatnya dolar Amerika Serikat ke level tertinggi sejak 2002.
Dilansir dari laman Reuters, Rabu 4 Januari 2017, harga minyak mentah sebelumnya naik atas dukungan dan kesepakatan negara-negara pengekspor minyak, atau OPEC yang akan memangkas produksi untuk mengurangi berlebihnya pasokan internasional.
Pada Selasa kemarin, harga minyak berjangka AS, atau West Texas Intermediate (WTI) ditutup turun US$1,39. atau 2,6 persen menjadi di harga US$52,33 per barel. Sedangkan harga minyak Brent, turun US$1,45, atau 2,6 persen menjadi seharga US$55,37 per barel.
Presiden Konsultan Energy Lipow Oil Associates di Houston, Andrew Lipow mengatakan, penguatan dolar AS sangat membebani harga minyak, bahkan penguatan ini telah memangkas keuntungan pedagang di pasar saham AS.
Penguatan dolar AS yang terjadi saat ini adalah yang tertinggi dalam 14 tahun, terhadap seluruh mata uang dunia, setelah data-data manufaktur AS tercatat tumbuh lebih tinggi dari yang diharapkan pada November 2016 lalu.
Sebelum adanya reli penguatan dolar AS ini, harga minyak dunia sempat mencatatkan rekor tertingginya sejak Juli 2015, di mana harga minyak Brent pernah mencapai harga US$58,37 per barel dan US$55,24 per barel.
Adapun terkait pemangkasan produksi oleh anggota OPEC dan non OPEC akan dilakukan pada Maret 2017, khususnya penghasil minyak Timur Tengah, yaitu Oman, yang menyatakan akan melakukan pemangkasan di bulan tersebut.
Kemudian, produksi minyak non OPEC Rusia pada Desember 2016, tetap tidak berubah, yaitu sebesar 11,2 juta barel per hari, mendekati level tertinggi 30 tahun. Namun, tahun ini Rusia siap untuk memangkas produksi 300 ribu barel per hari pada semester pertama 2017. (asp)