Jembatan Cisomang, Pembangunan yang Abai Keseimbangan Alam
- Istimewa
VIVA.co.id – Wakil Ketua Bidang Riset dan Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Joko Setijowarno berharap, pergeseran pilar pada Jembatan Cisomang bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak dalam membangun infrastruktur di Indonesia.
Dia mengatakan, kondisi geografis dan geologis di wilayah yang akan dijadikan lahan pembangunan infrastruktur, harus sangat dipertimbangkan dan diperhitungkan sejak awal perencanaan proyek.
"Pemerintah Hindia Belanda sudah mengajarkan dalam hal memilih trace (jalur) jalan raya dan jalan rel (kereta). Meski berkelok dan terkesan lamban waktu perjalanannya, tapi tidak menimbulkan kecelakaan yang fatal," kata Joko saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa 27 Desember 2016.
"Kalau sekarang di jalur lama (Jakarta-Bandung) sering terjadi longsor, itu lebih disebabkan adanya perubahan tata guna lahan, bukan salah pilih trace," ujarnya menjelaskan.
Dengan berkaca dari kasus Jembatan Cisomang ini, diharapkan aspek geologi dan geoteknik dalam rencana pembangunan High Speed Train (HST) Jakarta-Bandung, juga diperhatikan dan dipertimbangkan secara mendalam.
"Karena trace yang akan dilewati tidak berjauhan dengan trace jalan tol Cipularang itu," kata Joko.
Selain itu, upaya menjaga kelestarian dan keseimbangan alam dengan pemanfaatan yang tepat guna, juga harus digalakkan lagi agar dampak kerusakan alam tidak menimbulkan bencana bagi manusia dan infrastruktur yang ada ke depannya.
"Yang namanya kondisi alam itu, jangan selalu dilawan atau dipertentangkan. Kita perlu menjaga keseimbangan alam supaya tidak menimbulkan bencana di kemudian hari, terlebih menjaga keselamatan pengguna jasa transportasi."
(mus)