'Konstruksi Jembatan Cisomang Kurang Studi Geologis'

Perbaikan Retakan Jembatan Cisomang di Purwakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Ahli Geoteknologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, Adrin Tohari, berpendapat, pergeseran tanah yang terjadi di tiang P2 Jembatan Cisomang, Tol Purbaleunyi, Jawa Barat, terjadi akibat tidak ada antisipasi terhadap jenis tanah dasar di wilayah tersebut.

Korban Tewas dan Luka Kecelakaan Beruntun Tol Cipularang Dipastikan dapat Santunan

"Dataran di situ kan berjenis batu lempung yang mudah sekali mengalami kembang-susut. Ketika terpengaruh air hujan atau panas, dia akan mengembang," kata Adrin saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa 27 Desember 2016.

Adrin mengatakan, pengaruh sifat kembang-susut dari batu lempung itulah yang kemudian mempengaruhi permukaan tanah, sehingga membuatnya mudah bergerak. "Nah pergerakan itulah yang mendorong bor penopang dari jembatan itu untuk kemudian bergeser," ujarnya.

Penampakan Toyota Avanza 'Kegeprek' Nyaris Tak Berbentuk Saat Tabrakan di Tol Cipularang

Keadaan Jembatan Tol Cisomang

Pekerja sedang perbaiki pergeseran tanah di pilar P2 di jembatan Cisomang.

Korban Selamat Ungkap Kengerian Tabrakan Beruntun di Tol Purbaleunyi: Mobil Melayang, Saya Takbir

Dia menjelaskan, jenis batu lempung itu mengandung Montmorillonit, yakni mineral lempung yang sangat sensitif terhadap air.

"Jadi jika tercampur air akan mengembang, dan jika panas akan menyusut. Hal itu akan mempengaruhi daya dukung dari batuan dasar fondasi Jembatan Cisomang," kata Adrin.

Ia menjelaskan, jenis batu lempung ini juga terdapat di sejumlah ruas Tol Purbaleunyi, sehingga masalah seperti yang terjadi pada fondasi Jembatan Cisomang juga berpotensi terjadi di sejumlah bagian lainnya.

Dia menilai, mungkin saja hal ini luput diperhatikan oleh para pengembang pembangunan ruas-ruas jalan tol tersebut, karena kurangnya studi mendalam terkait masalah geologi.

"Contohnya di kilometer 90 Tol Purbaleunyi. Di sana itu juga sering dipasang tiang bor karena batuannya sama. Lereng itu sering bergerak dan sering patah, makanya diperkuat tiang bor," kata Adrin.

"Pengembang tidak mengetahui masalah geologi. Karena memang investigasi konstruksi kita kurang memahami soal geologi tersebut. Tanah lempung itu keras tapi sensitif dengan air dan panas. Mungkin mereka kurang memperhatikan masalah ini saat memulai pembangunan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya