Dinilai Cacat, 15 DPD Minta Munas Apersi Diulang
- www.flickr.com
VIVA.co.id – Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia, Fuad Zakaria, menyayangkan kebuntuan atau deadlock yang terjadi dalam penyelenggaraan Munas Apersi ke-5 pada Jumat 16 Desember 2016 kemarin.
"Saya kaget dan sangat menyayangkan mengapa hal ini sampai terjadi. Saya berharap dari masa ke masa Apersi ini bisa jadi lebih baik dan kompak," kata Fuad saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu 21 Desember 2016.
Fuad menilai, Munas ke-5 Apersi ini memang sudah cacat hukum sejak awal. "Sekjen mengundurkan diri itu adalah kesalahan dalam pelaksanaan Munas. Saya baru dengar yang seperti itu, lagi Munas kok mengundurkan diri. Pasti ada sesuatu," ujarnya.
Oleh karenanya, Fuad berharap agar Munas Apersi itu bisa dilaksanakan kembali, guna mencari ketua Apersi yang baru dengan cara yang lebih demokratis. Saat ini sudah ada 15 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Apersi ingin Munas segera diulang.
Dia pun mengimbau agar tema untuk Munas yang diulang itu mengedepankan tema 'persatuan', agar para anggota Apersi tidak terpecah hanya karena kepentingan politik di internal. Selain itu, diharapkan nantinya akan terpilih ketua umum Apersi yang baru hasil Munas tersebut, agar roda organisasi bisa kembali berjalan dengan baik ke depannya.
"Jadi menurut AD-ART memang harus diulang, apapun bentuknya. Mau sedehana ataupun besar-besaran, terserah. Yang penting Munas harus diadakan lagi dengan tema yang terkait, entah itu 'Munas Bersama' atau apapun namanya," kata Fuad.
"Calon-calon ketua yang ada perlu sosialisasi lagi. Rencananya kan Bulan Juni, persiapan enam bulan saya kira akan lebih baik. Yang penting harus bersatu, jangan sampai deadlock lagi," ujarnya.
Diketahui, gelaran Munas Apersi ke-5 untuk memilih ketua umum periode 2016-2020 mengalami deadlock. Sebanyak 12 DPD memutuskan untuk melakukan walk out, karena menilai ada sejumlah ketentuan AD-ART yang dilanggar oleh pihak DPP Apersi dan panitia Munas.
Kedua belas DPD itu menilai, SK panitia yang dikeluarkan oleh DPP setelah masa kepengurusan yang berakhir pada Juni 2016 tidak sah. Bahkan, panitia meloloskan salah satu calon ketua umum, yang dinilai tidak memenuhi persyaratan karena pernah diberhentikan dari kepengurusan sebelumnya.
(mus)