BI Optimistis Masa Transisi Redenominasi Tak Kerek Inflasi
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA.co.id – Bank Indonesia berharap pemerintah mendukung Rancangan Undang Undang Redenominasi rupiah. Rancangan ini diharapkan dapat menyederhanakan penyebutan satuan mata uang dengan memangkas sejumlah angka nol, tanpa mengubah nilainya. Dengan redenominasi ini, maka nominal rupiah menjadi lebih sederhana dari yang ada saat ini.
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, menjelaskan, upaya untuk redenominasi rupiah telah dilakukan sejak 2013. Upaya itu ditandai dengan pengajuan Rancangan Undang Undang Redenominasi ke Dewan Perwakilan Rakyat.
"Tetapi satu dan lain hal, karena juga 2013 sedang kondisi ekonomi global yang tidak pasti dan berdampak pada Indonesia, kemudian tidak diselesaikan pada 2013," kata Agus di sela peluncuran uang pecahan baru di Gedung BI, Jakarta, Senin, 19 Desember 2016.
Agus mengungkapkan, dalam RUU Redenominasi rupiah tersebut terdapat 18 pasal, sehingga jika pada tahun depan RUU disetujui menjadi undang-undang, skema yang dilakukan BI adalah selama dua tahun untuk persiapan uang dan minimal tujuh tahun bagi masa transisi.
Menurut dia, pada masa transisi, BI tetap akan menyalurkan uang baru, di sisi lain uang lama juga akan beredar. Sejalan dengan itu, juga perlu penyesuaian dengan harga barang dan jasa.
"Tetapi, denominasi yang disederhanakan itu juga bersamaan harga barang dan jasa yang denominasinya disederhanakan. Jadi kita meyakini periode transisi ada uang rupiah baru dan lama tidak berdampak pada inflasi," tuturnya.
Agus menambahkan, saat ini pemerintah sedang fokus dalam urusan perpajakan. Dia berharap, RUU tersebut dapat masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun depan.
"Karena sekarang prioritas pemerintah dengan DPR lebih menyelesaikan perkuatan pajak, PNBP. Kalau ada kesepakatan akan kita upayakan masuk Prolegnas 2017," ujarnya.