Jika Keadilan Dijunjung, Atasi Kemiskinan Bisa Lewat APBN

Tempat tinggal warga miskin di Jakarta.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yakin perbandingan dana pemerintah untuk kemajuan daerah secara merata bisa diwujudkan selama konsep keadilan diutamakan.

BPS: Jumlah Penduduk Miskin RI Rata-rata Berkurang 300 Ribu per Tahun Dalam Satu Dekade

Ani – panggilan akrab Sri Mulyani – mencontohkan alokasi anggaran Rp1 triliun, jika memang benar disalurkan secara adil dan profesional akan memenuhi kebutuhan infrastruktur dan fasilitas untuk masyarakat serta operasional sekolah dari tingkat SD hingga SMA.

"Bisa membangun 3,541 jembatan, 155 jalan, 729 ribu beras (rakyat miskin), 93 ribu ton benih, 306 ribu ton pupuk, Rp2,2 juta atau Rp1,3 juta atau Rp1 juta persiswa," ungkap Ani dalam kuliah umum di Universitas Padjajaran Kota Bandung Jawa Barat, Selasa 29 November 2016.

Menurut Penelitian, Wilayah yang Dikuasai Dinasti Politik Identik dengan Kemiskinan

Lanjut dia, jika Rp1 triliun itu ditransferkan ke daerah, semakin optimis menekan persentase masyarakat miskin, optimalisasi pendidikan, pelayanan kesehatan akan semakin terwujud.

"Dibangun 6,765 SD, 5,511 kelas SMP, 4,182 kelas SMA, 50 rumah sakit, tunjangan 23,585 guru dan Jaminan Persalinan untuk 4,2 juta ibu hamil," katanya.

Indef Kritik Kebijakan Bansos: Anggaran Naik Terus, Kemiskinan Cuma Turun 2,3 Persen Sejak 2010

Ani menuturkan, Saat ini terdapat tantangan pembangunan dan perlu respons kebijakan untuk mengantisipasi ketidakpastian dan menjawab perekonomian global serta domestik.

Di tingkat global, tantangannya yaitu perekonomian masih penuh ketidakpastian, penurunan harga komoditas global, potensi kembalinya modal asing seiring rencana kenaikan suku bunga The Fed, kompetisi global semakin ketat di tengah kondisi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Sedangkan di domestik, lanjut dia, yaitu produktifitas rendah, dinamika ketenagakerjaan, daya dukung infrastruktur kurang optimal (Supply Constrains), ketahanan energi, pangan, dan kesenjangan kemiskinan. 

"Biaya logistik, daya saing, inefisiensi birokrasi dan skill gap, kurang pengembangan teknologi dan inovasi," terang dia. 

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya