Batal Ikut TPP, RI Baiknya Kaji Proteksi Usaha Dalam Negeri
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Sejak Donald Trump menyalonkan diri menjadi presiden Amerika Serikat, kontroversi terus bergulir terkait idealismenya yang dinyatakan di setiap kesempatan berkampanye.
Sehari setelah menjabat sebagai presiden terpilih AS, Trump pun menciptakan polemik tersendiri kepada beberapa negara, karena pernyataannya yang menarik AS dari perjanjian perdagangan global kemitraan trans-pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP).
Ketua Komite Tetap bidang BUMN Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Irwan Marbun mengatakan tidak ada ruginya buat Indonesia mengikuti jejek AS karena menurutnya Indonesia belum cukup siap untuk menerima kebijakan yang ada di TPP.
Selain itu, Indonesia juga belum resmi terdaftar dalam keanggotaan TPP dan statusnya hanya masih mendapat tawaran dari Barrack Obama saat itu. Hal ini pun didukung dengan industri Indonesia yang dinilai belum cukup tangguh untuk menerima arus masuk asing di dalam negeri.
"Kalau menurut saya Indonesia jangan terlalu bebaslah. Kita juga perlu melihat kemampuan industri yang ada, itu (perdagangan bebas) jangan terlalu dibuka (ke dalam negeri)," kata Irwan saat ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta pada Kamis, 24 November 2016.
Penarikan diri AS dari TPP, menurutnya dapat menjadi momen bagi Indonesia berfikir mengenai proteksi usaha dalam negeri, karena ia menilai pemerintah masih kurang memproteksi usaha dalam negeri, dibandingkan negara-negara lainnya.
"Kita perlu proteksi juga. Negara lain proteksi juga kok. Mana ada negara lain yang enggak proteksi," ujarnya.
Ia mencontohkan soal proteksi bisa dilakukan pada industri tekstil yang belum siap menghadapi strategi persaingan global. Sebab selama ini hasil industri tekstil Indonesia sudah bagus. Namun, kalah bersaing dengan produk China di negeri sendiri.
"Seperti industri tekstil Indonesia yang baik, tapi produk tekstil impor China banyak yang digunakan di dalam negeri, seperti usaha garmen. Alasannya dengan harga murah. Padahal biaya impor dari China untuk masuk ke Indonesia. Tapi, tetap saja masih murah. Ini kan berarti ada bantuan tertentu dari negara China untuk industrinya," ucapnya.