Beda Tantangan Kota Pintar dan Desa Pintar
- Schneider-Electric.com
VIVA.co.id – Perkembangan kota di Indonesia yang kian maju membuat tren urbanisasi makin tinggi. Dalam sebuah studi, diprediksi pada 2050 nanti populasi di perkotaan bakal lebih besar dibanding pedesaan.
Tren tersebut bila memang terjadi bakal menciptakan problem sosial baru. Kota makin penuh dan perekonomian akan berputar di kota saja.
Peneliti Smart City Institut Teknologi Bandung, Syaifuddin Zuhri mengatakan solusi untuk menekan pindahnya tren urbanisasi yaitu dengan menciptakan desa pintar.
"Mengapa xmart village? karena ada tren urbanisasi itu. Xmart village juga supaya warga desa tak tergiur pindah ke kota. Dalam hal ini, teknologi menjadi enabler," jelas Syaifuddin di Lembang, Subang, Jawa Barat, Rabu, 23 November 2016.
Syaifuddin mengatakan, pada prinsipnya konsep kota pintar dan desa pintar mengelola isu yang sama, yaitu soal keberlanjutan. Terkait tantangan, dia menuturkan, kota dan desa punya tantangan yang relatif sama. Misalnya sumber daya alam (SDA) di kota dan desa kian hari tak berubah, malah cenderung turun. Problem lainnya, kota umumnya menghadapi masalah populasi yang kian tinggi.
"Isunya sama, kota dan desa itu bagaimana mengelola SDA dan problemnya. Misalnya di desa problemnya itu umumnya kemiskinan dan kelaparan, sedangkan di kota masalahnya kemacetan," jelas dia.
Solusi untuk problem kota dan desa menurutnya memastikan bagaimana warga pada kedua area itu bisa mendapatkan kesejahteraan dan kenyamanan.
Syaifuddin mengatakan, dalam mengembangkan kota pintar dan desa pintar, teknologi bukan soal yang paling prinsip. Sebab solusi teknologi hanya enabler saja. Hal pertama yang perlu dilakukan yaitu memetakan potensi dan memastikan sumber daya manusia yang berkomitmem untuk mengawal kota pintar maupun desa pintar.
Misalnya untuk pengembangan desa pintar, tantangannya adalah beragamnya karakteristik desa di Tanah Air.
"Karakter desa tak bisa digeneralisir. Sebab ada yang namanya desa adat, kampung dan lainnya. Sementara kota memang tak seragam tapi relatif tak begitu berbeda dengan desa. Sisi manusianya juga, kita tak bisa generalisir," ujarnya.
Sebagai informasi, peneliti ITB turut terlibat dalam pengembangan xmart village yang dicetuskan PT XL Axiata Tbk. Program Xmart Village XL Axiata ini telah dirintis sejak 2014. Kerja sama XL dan ITB itu telah menghasilkan xmart village 1.0, di Desa Kamujang (Bandung) dan Desa Darajat (Garut), xmart village 2.0 di Desa Lamajang (Kabupaten Bandung)/dan Desa Cipanding (Sumedang). Kini yang sedang berjalan adalah Xmart Village 3.0 di Desa Cibeusi dan Desa Sunten Jaya (Subang).