Ini Faktor Penghambat Program Tol Laut
- VIVA.co.id/Tudji Martudji
VIVA.co.id – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui ada sejumlah kendala yang masih dihadapi pemerintah dalam program tol laut. Sebagian besar masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di pesisir, masih menganggap laut sebagai 'halaman belakang', sehingga potensinya belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Hal itu diakuinya mengakibatkan persentase penggunaan angkutan laut saat ini masih sangat kecil, yakni kurang dari 10 persen. Sementara, penggunaan angkutan darat masih menjadi pilihan, hingga persentasenya berada di atas 90 persen.
"Laut itu anugerah Tuhan yang enggak perlu kita maintenance (pelihara), dan bisa menahan berat berapa pun. Sementara kalau jalan kan mesti di maintenance dan diatur berapa berat kendaraan yang boleh lewat," kata Budi dalam sebuah diskusi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa 22 November 2016.
Budi mengaku, berdasarkan pantauannya sendiri, moda angkutan darat memang masih amat diminati oleh mereka yang mengangkut logistik ke wilayah Indonesia timur. Hal ini bahkan sampai dikeluhkan oleh sejumlah pemerintah daerah, yang mengeluh karena jalan di daerahnya rusak akibat truk-truk yang lewat.
"Saat ke Bali, gubernurnya komplain bahwa jalan-jalan di Bali rusak karena banyak truk-truk dari Jawa ke NTB dan NTT. Pas saya temui Gubernur NTB, dia juga mengeluhkan banyaknya truk-truk yang mau ke timur," ujarnya.
Selain karena angkutan laut masih dipandang sebelah mata, Budi juga menjelaskan bahwa upaya mengoptimalkan moda angkutan laut masih terkendala sejumlah hal. Salah satunya adalah masalah ego sektoral.
Ia mengaku, pihaknya akan terus berupaya memperbaiki konsep tol laut, agar efisiensi tol laut bisa dicapai dan konektivitas antar daerah bisa terbangun dengan baik.
"Ada ego sektoral di berbagai provinsi dan badan usaha. Di NTB dan NTT masing-masing kabupaten menginginkan daerahnya lah yang dilalui tol laut. Padahal kalau mau mencapai seluruh daerah di sana kan malah jadi tidak ekonomis," kata Budi.