Pemerintah Tak Dukung Sepenuhnya Upaya Perlindungan Anak
VIVA.co.id – Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati, menilai pemerintah tidak mendukung sepenuhnya upaya perlindungan anak terhadap berbagai macam potensi kekerasan. Ketidakseriusan pemerintah tersebut terlihat dari anggaran yang diberikan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai koordinator perlindungan anak.
Menurut Rahayu, ada ketimpangan yang terjadi di level pemerintahan. Di satu sisi, pemerintah terus mendorong pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU. Di sisi lain, ketika DPR mengesahkan peraturan itu menjadi UU, tidak ada dukungan anggaran yang cukup.
“Perpu kelihatan sebaik mungkin dengan hukuman seberat-beratnya, tapi mana dukungan anggarannya,” kata Rahayu, Senin 21 November 2016.
Anggaran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak pada 2016 sekitar Rp769,3 miliar. Namun pada 2017, terjadi penghematan anggaran, sehingga pagu tahun depan yang diusulkan hanya sekitar Rp573,1 miliar.
Anggaran Rp573,1 miliar tersebut rencana dialokasikan untuk sejumlah program prioritas. Beberapa program utama antara lain perlindungan anak Rp156 miliar, partisipasi lembaga masyarakat Rp36 miliar, kesetaraan gender dan perlindungan hak perempuan Rp227 miliar, dan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis Rp122 miliar, serta sisanya untuk program pendukung lainnya.
Rahayu menambahkan, anggaran untuk unit pelaksana teknis berkaitan dengan perlindungan anak di daerah masih menggunakan anggaran daerah. Ia menilai seharusnya anggaran tersebut juga diambil dari anggaran pendapatan dan belanja nasional.
Rahayu mengklaim alasan Kementerian Keuangan tidak memberikan anggaran yang memadai kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak lantaran institusi itu masih tergolong kementerian koordinator.
Menurut Rahayu, penanganan kasus berkaitan dengan anak juga masih dipandang buruk. Misalnya dalam penyidikan, pihak Kepolisian cenderung interogatif kepada anak saat mengungkap kasus. Selain itu, dukungan anggaran untuk penyuluhan terhadap jaksa dan hakim dalam memutus perkara anak juga masih terbatas. (webtorial)