Donald Trump Terpilih, Lahirlah Kebebasan Mata-mata
- REUTERS/Hannah McKay
VIVA.co.id – Amerika Serikat telah memilih Donald Trump sebagai Presiden yang ke-45. Terpilihnya Trump diduga akan melahirkan kebijakan baru, berupa bebasnya pemerintah dalam memata-matai informasi yang tersebar di dunia maya.
Trump beberapa kali mengundang kontroversi bagi para pelaku usaha yang bergerak di industri teknologi. Naiknya Trump yang sebentar lagi menjadi orang nomor satu di Negeri Paman Sam itu akan mengundang ‘ketakutan' mengenai program pengawasan pemerintah untuk mengakses informasi yang terenkripsi.
Seperti yang dituliskan oleh Reuters, Kamis 10 November 2016, pada kampanyenya beberapa waktu yang lalu, Trump berupaya untuk menutup akses internet bagi kelompok ISIS.
Selain itu, Trump menjadi aktor vokal untuk memboikot Apple, karena perusahaan tersebut menolak memberikan informasi yang tersimpan di iPhone pelaku teror kepada Biro Penyelidik Federal (FBI) dalam investigasi kasus penembakan di San Bernardino, AS.
Selain itu, pengusaha real estate ini juga mengancam Amazon terkait tindakan antitrust (monopoli) dan menuntut perusahaan-perusahaan teknologi, seperti Apple untuk membangun produknya mereka di Amerika Serikat.
Isu program pengawasan pemerintah terhadap informasi terenkripsi semakin muncul ke permukaan, karena Trump membawa Senator Republik, yaitu Richard Burr sebagai Ketua Komite Intelijen Senat. Burr merupakan sosok yang meloloskan peraturan perusahaan untuk membangun 'pintu belakang' atau backdoor dari produk mereka, agar agen pemerintah dapat memotong enkripsi dan bentuk perlindungan data lainnya.
Tentunya kebijakan Burr itu kontradiktif dengan perusahaan teknologi yang menganut keutamaan perlindungan data konsumen. Adanya pintu belakang ini jelas melemahkan keamanan dijaga semua orang dan upaya penyusupan pemerintah terhadap produk teknologi.
"Saya membayangkan (Trump) akan menjadi sosok yang akan memberi mandat pintu belakang. Saya tidak berpikir bahwa dia akan menjadi teman untuk privasi dan di sisi ini saya takut mengatakan ia akan mendapatkan badan-badan intelijen untuk lebih terlibat dalam penegakan hukum domestik," ungkap Chief Operating Officer di Strategic Cyber Ventures, Hank Thomas.
Bahkan, Co-Founder WhatsApp, Jan Koum secara terang-terang akan menjadi orang yang sangat vokal menentang kebijakan pintu belakang yang akan dimanfaatkan oleh pemerintahan AS di bawah arahan Trump tersebut.
"Karena, itu akan merusak reputasi perusahaan Amerika di mata arena global," tegas Koum. (ase)