Cangkul Impor Lebih Laku, Begini Nasib Produsen Lokal
- U-Report
VIVA.co.id – Kebijakan pemerintah melakukan impor cangkul setengah jadi dari negara Tirai Bambu, China dan Vietnam, membuat perajin cangkul lokal kecewa. Bahkan, kebijakan tersebut telah berdampak perajin cangkul dalam negeri tak lagi memproduksi salah satu alat pertanian tersebut.
Salah satu perajin cangkul (tukang besi) di Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, Siswanto Anwar mengatakan, masuknya cangkul impor setengah jadi, menyebabkan omzet perajin cangkul turun drastis. Apalagi, harga cangkul impor harga lebih murah.
"Untuk kualitas cangkul produksi perajin lokal, tidak kalah dengan cangkul impor. Namun, harga yang murah menyebabkan kalah bersaing," katanya di Yogyakarta, Senin 7 Novermber 2016.
Karena produksi cangkul menurun drastis, perajin mengalihkan produksi dengan membuat sabit, parang, dan alat pertanian lain yang masih laku di pasaran.
"Kita alihkan ke produksi lain, yang masih banyak dibutuhkan masyarakat. Semoga pemerintah menghentikan kebijakan impor cangkul,"terangnya.
Ia berharap, agar kebijakan impor cangkul yang dilakukan pemerintah dikaji ulang, agar para perajin kelas menengah/ke bawah tidak dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut. Apalagi, selama ini pemerintah selalu melakukan promosi tentang penggunaan barang produksi lokal untuk menghidupkan kembali industri kerajinan lokal.
"Jangan sampai mematikan perajin lokal, kalau perlu ditambah modal,"ulasnya
Dalam kesempatan berbeda, salah seorang petani warga Playen, Suwito mengaku memilih membeli produk China yang dijual di toko bangunan dengan harga Rp100 ribu sampai Rp150 ribu per buah.
"Cangkul dari China lebih awet, ini saya pakai sejak dua tahun lalu, kondisinya masih bagus," ucapnya. (asp)