Krakatau Steel Minta Pemerintah Turunkan Harga Gas
- ANTARA/Rosa Panggabean
VIVA.co.id – PT Krakatau Steel Tbk, mengaku telah mematikan pabrik pengolahan baja yang ada di sektor hulu, karena imbas harga gas yang terlalu tinggi. Meski demikian, produksi Krakatau Steel disebut tidak terganggu, karena mengandalkan sebagian bahan baku yang berasal dari impor.
Direktur Utama Krakatau Steel, Sukandar mengatakan, atas hal tersebut pihaknya berharap pemerintah dapat segera menurunkan harga gas untuk industri, agar perseroan optimal dalam melakukan produksi dari sektor hulu hingga ke sektor hilir.
"Karena harga gas tinggi, maka tidak ekonomis untuk menjalankan pabrik yang reductor-nya itu pakai gas, maka pabriknya itu kami matikan. Jadi, yang kita matikan itu pabrik di hulu," kata Sukandar di kantornya, Senin 31 Oktober 2016.
Ia menjelaskan, hanya dua pabrik yang disetop beroperasi di sektor hulu, di antaranya pabrik Direct Reduction Iron Plan dan pabrik Slab Steel Plan yang berlokasi di Cilegon, Jawa Barat. Penghentian tersebut tidak membuat perubahan dari sisi produksi.
Sukandar mengungkapkan, penutupan pabrik tersebut bisa ditutupi dengan bahan baku melalui impor barang setengah jadi dari luar negeri dengan komposisi sebanyak 50 persen impor dan sisanya dari dalam negeri.
"Output-nya kami tidak berubah, hanya hulu yang di-shutdown, hilirnya tetap. Jadi, kita beli barang setengah jadi dulu, baru diolah di sini, impornya 50 persen," kata dia.
Ia mengatakan, jika harga gas sudah murah, atau misalnya bisa mencapai US$3 per Million Metric British Thermal Unit/MMBTU, perseroan akan menghidupkan kembali pabrik yang sudah dihentikan beroperasi tersebut.
Bahkan, Sukandar mengatakan, dengan memproduksi sendiri di sektor hulu, perseroan bisa menghemat devisa mencapai US$1 miliar hingga US$1,5 per tahun. "Artinya, dengan memproduksi slab dan billets di dalam pabrik Krakatau Steel ,kami bisa menghemat devisa antara US$1 miliar sampai US$1,5 miliar per tahun," katanya. (asp)