27-10-1962: AS dan Soviet di Ambang Perang Nuklir
- EVELYN LINCOLN/THE WHITE HOUSE/JOHN F. KENNEDY PRESIDENTIAL LIBRARY/REUTERS
VIVA.co.id – Hari ini 54 tahun silam. Amerika Serikat dan Uni Soviet mengalami kebuntuan negosiasi untuk mengakhiri Krisis Misil Kuba. Saat itu, dunia seakan ditentukan oleh dua negara adidaya akan bahaya dan menakutkannya bencana nuklir.
Sejak Presiden AS, John F Kennedy memperingatkan Soviet untuk menghentikan penempatan senjata nuklir di Kuba dan mengumumkan "karantina" AL Soviet terhadap pengiriman senjata tambahan, dunia harus menahan nafas dan menunggu untuk melihat apakah dua negara adidaya ini akan terlibat perpecahan.
Mengutip situs History, pada 24 Oktober, jutaan orang menunggu untuk melihat apakah kapal dagang Soviet menuju Kuba yang membawa rudal tambahan ini akan mencoba memecahkan blokade laut AS di sekitar perairan Kuba.
Namun, pada menit terakhir, kapal tersebut berbalik dan kembali ke negeri Beruang Merah. Pada 26 Oktober, Pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev menanggapi 'kesiagaan militer AS' dengan mengirimkan surat kesepakatan kepada Kennedy.
"Kapal Soviet yang menuju Kuba tidak akan membawa persenjataan apa pun, jika AS bersumpah untuk tidak pernah menyerang Kuba. Mari kita menunjukkan itikad baik. Kami mengajukan pertimbangan yang baik pula," bunyi keterangan resmi Khrushchev.
Satu hari berikutnya, Khrushchev kembali menuliskan surat penawaran penghapusan rudal nuklirnya dari Kuba, asalkan AS juga melakukan hal serupa di Turki.
Kennedy bersama para pejabat Gedung Putih, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan (Pentagon) memperdebatkan respon yang tepat atas tawaran ini.
Jaksa Agung Robert Kennedy akhirnya menyusun rencana yang dapat diterima, yaitu mengambil tawaran pertama dan mengabaikan surat kedua.
Meskipun AS telah mempertimbangkan penghapusan rudal nuklir di Turki, namun hal tersebut dinilai sebagai kelemahan bagi Paman Sam. Akhirnya, semua kebuntuan diplomasi berakhir dan Perang Nuklir pun terhindarkan.