Asumsi Ekonomi Makro RI 2017 Beri Semangat Pelaku Pasar
VIVA.co.id – Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati asumsi dasar ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Di mana pertumbuhan ekonomi dipatok 5,1 persen, laju inflasi di kisaran empat persen, serta nilai tukar sebesar Rp13.300 terhadap dolar Amerika Serikat.
Ekonom dari Bank Permata, Josua Pardede, saat berbincang dengan VIVA.co.id, Rabu 26 Oktober 2016, menilai asumsi makro yang dirancang oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Badan Anggaran DPR jauh lebih realistis dibandingkan sebelumnya.
“Sehingga lebih manage ekspektasi pelaku pasar dan pelaku industri,” kata Josua.
Kendati demikian, Josua memandang tantangan fiskal masih akan tetap menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Menurutnya, usai pelaksanaan program kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty, reformasi perpajakan secara keseluruhan menjadi pekerjaan penting ke depan.
Sementara dari sisi laju inflasi, penguatan koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia, maupun Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus menjadi sebuah keharusan. Sebab, ada beberapa risiko yang mampu memengaruhi pergerakan laju inflasi pada tahun depan.
“Ada penyesuaian tarif listrik, cukai rokok, dan harga makanan bergejolak. Ini dampaknya akan cenderung tinggi kepada inflasi. Presiden sendiri telah meminta kepada Kepala Daerah agar aware (perhatian) terhadap inflasi,” kata Josua.
Sedangkan dari sisi nilai tukar, sentimen dari kebijakan bank sentral AS (The Fed) dan negosiasi antara pemerintah Inggris dan Uni Eropa tentu perlu dicermati ke depan. Kondisi perekonomian global, kata dia, suka tidak suka pasti akan memengaruhi pergerakan mata uang Garuda.
Meski begitu, Josua menilai, angka Rp13.300 merupakan level yang fair (adil), apabila menimbang kondisi perekonomian secara keseluruhan. “Dari sisi ekspor, masih bisa cukup untuk mendorong. Karena kalau rupiah terlalu menguat, tidak bagus juga,” lanjut dia.
(ren)