Komisi VII Dorong Pertamina Sediakan Elpiji 5,5 Kilogram
- http://dapuronlinequ.blogspot.co.id/
VIVA.co.id – DPR meminta PT Pertamina memastikan ketersediaan elpiji bright gas di daerah untuk mengantisipasi distribusi tertutup elpiji kemasan 3 kilogram yang diperkirakan memicu migrasi konsumen ke produk elpiji kemasan 5,5 kg itu.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Hanura, Inas Zubir mengatakan, migrasi konsumen ke elpiji 5,5 kg akan semakin meningkat seiring kebijakan distribusi tertutup yang akan dilakukan pemerintah untuk elpiji 3 kg.
Potensi peningkatan pengguna elpiji 5,5 kg berasal dari 38,97 juta rumah tangga yang dianggap tidak berhak menerima subsidi elpiji melalui distribusi tertutup.
"LPG tabung gas 5,5 kg adalah ide cerdas Pertamina untuk menghindari penyelewengan elpiji tiga kg di lapangan, karena itu Pertamina mesti siap dengan pasokan LPG 5,5 kg," kata Inas di Komplek DPR RI, Senin 24 Oktober 2016.
Saat ini penerima tabung perdana LPG bersubsidi di Tanah Air berjumlah 54,9 juta rumah tangga. Sesuai dengan data sementara dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), penerima subsidi LPG tiga kg lewat mekanisme distribusi tertutup adalah sebanyak 15,96 juta rumah tangga. Untuk itu, diperlukan produk gas nonsubsidi yang bisa mengakomodasi 38,97 juta rumah tangga lain, yang dianggap tak berhak menikmati distribusi LPG tertutup.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR lainnya, Harry Poernomo dari Fraksi Gerindra juga mendukung Pertamina untuk fokus mengembangkan produk LPG nonsubsidi seperti LPG kemasan 5,5 kg dengan brand Bright Gas dibandingkan mengeluarkan produk baru.
Model pemasaran bahan bakar minyak (BBM) dengan varian premium, pertalite dan pertamax bisa juga diterapkan di elpiji dengan produk 3 kg, 5,5 kg dan 12 kg. Apalagi saat ini tidak sedikit konsumen yang mulai memakai LPG 5,5 kg.
"Warga yang mampu tidak usah lagi menggunakan barang-barang subsidi, mereka mulai migrasi ke nonsubsidi. Kalau konsumen yang mampu membeli LPG subsidi seperti LPG kemasan tiga kg, akibatnya terjadi subsidi salah sasaran karena model distribusinya dilakukan terbuka," ujarnya. (webtorial)Â