Dibanding RI, Harga Gas Malaysia Lebih Murah karena Subsidi
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap harga gas industri di dalam negeri tidak kompetitif bila dibanding dengan negara-negara lain. Oleh karena itu, Pemerintah terus berupaya menurunkan harga gas industri menjadi di bawah US$6 per million metric British thermal unit (MMBTU) sebagaimana arahan dari Presiden Joko Widodo.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, IGN Wiratmaja Puja, menyampaikan faktor yang menyebabkan harga gas industri Indonesia lebih mahal dari Malaysia.
"Harga dengan negara yang paling dekat, misalnya Malaysia, lebih rendah karena tidak ada bagian untuk negara. Jadi dia menggunakan sistem subsidi (berbeda dengan Indonesia)," kata Wirat di kantornya, Senin, 24 Oktober 2016.
Namun, Wirat mengungkapkan, menurut data yang dikumpulkan kementerian ESDM, harga gas rata-rata untuk industri di Singapura bahkan lebih tinggi dari Indonesia yang mencapai US$15-16 per MMBTU. Sama halnya dengan harga gas China yang mencapai angka US$15 per MMBTU.
"Indonesia kalau dirata-ratakan itu US$8,3 per MMBTU, Malaysia US$6,6, Thailand US$7,5, dan China US$15. Kalau dengan China ini benar-benar apple to apple perbandingannya," kata Wirat.
Menurut Wirat, skema penghitungan harga yang berbeda-bedalah yang menyebabkan ada disparitas harga gas di berbagai negara. Indonesia sendiri, saat ini menggunakan sistem harga keekonomian di hulu, sementara Malaysia menggunakan subsidi dan tak ada penerimaan negara sama sekali.
"Kalau Thailand (harga gas) dikaitkan ke harga minyak dunia karena sebagian besar impor. Jadi kalau harga minyak dunia tinggi, harga gas tinggi, kalau turun, harga gas turun. Namun di Indonesia kan menggunakan skema harga tetap, artinya kalau harga minyak dunia tinggi sekali, harga gasnya (masih) rendah. sehingga ada anomali," tutur Wirat.