Rofi Munawar: Sektor ESDM Belum Memuaskan
VIVA.co.id – Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) genap berusia dua tahun pada 20 Oktober 2016, namun capaian di sektor energi belum memuaskan. Tingginya cost recovery, tren produksi lifting minyak yang terus turun, perpanjangan relaksasi mineral, proses reshuffle Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kontroversial dan usulan penurunan harga gas yang dipaksakan menjadi catatan kiritis sepanjang dua tahun pemerintahan Jokowi-JK.
"Dua tahun pemerintahan Jokowi-JK kita belum tahu arah pasti pengelolaan energi nasional mau dibawa kemana. Blue print-nya belum terlihat dan program-program monumental yang dicanangkan belum nampak progress-nya. Seperti proyek 35.000 MW dalam rangka mengejar target elektrifikasi nasional, masih banyak yang terkendala dan mangkrak," ujar Anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar melalui releasenya di Jakarta, Rabu 19 Oktober 2016.
Rofi menjelaskan, terkait program 35.000 MW sebanyak 34 pembangunan pembangkit mengalami mangkrak, 24 proyek dalam kondisi terlambat dan 10 proyek yang belum Commercial Operation Date (COD). Perkembangan pembangunan program 35.000 MW hingga September 2016 hanya mencapai 164 MW COD atau sekitar 1 persen. Sedangkan yang melakukan tahap konstruksi sebesar 8.687 MW dan yang dalam kondisi kontrak namun belum dibangun sebesar 8.641 MW, sisanya masih dalam tahap pengadaan atau penawaran sebesar 1.481 MW.
Anggota DPR asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga memberikan catatan khusus terkait pengelolaan energi di sektor mineral dan batubara, dirinya memandang komitmen Pemerintah untuk melaksanakan amanat UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara terkait renegosiasi kontrak sangat rendah. Padahal didalamnya ada kewajiban yang harus ditunaikan oleh pemegang Kontrak Karya (KK) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk membangun smelter paling lambat per 1 Januari 2017 berbekal beleid Permen ESDM No 1 tahun 2014.
"Ada waktu yang terbuang hampir 8 tahun terkait penerapan nilai tambah ini (smelter), progress-nya jauh dari apa yang diharapkan. Ironisnya pemerintah akan memberlakukan kembali relaksasi ekspor mineral kepada perusahaan yang belum merampungkan fasilitas pemurniannya," kata legislator asal Jawa Timur ini.
Adapun catatan lainnya, tentang blok migas yang akan habis kontrak di tahun 2018-2019. Pemerintah belum ambil keputusan apa diserahkan ke perusahaan lokal atau diperpanjang. Seperti Blok Migas yang akan habis di tahun 2018 SES (CNOOC), Tuban, dan Sanga-Sanga (PetroChina).
"Ada baiknya mulai memikirkan strategi perpanjangan untuk pengelolaan migas yang berkelanjutan dan mendukung kemandirian energi nasional. Ada baiknya pengelolaan berbasis potensi dalam negeri," ujarnya.
Proses kontroversial reshuffle kabinet yang terjadi terhadap Menteri ESDM juga memberikan kontribusi dalam lambatnya pengambilan kebijakan di sektor energi, hampir dua bulan waktu terbuang percuma untuk melakukan tata kelola dan perbaikan. Selain itu, program reorientasi energi nasional berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) jauh dari apa yang ditargetkan, padahal sudah didukung dengan regulasi yang memadai dan komitmen energi bersih.
“Perlu ada keseriusan pemerintah mengelola sektor energi yang tidak hanya berbasis pada fosil, selain harga yang saat ini tidak kompetitif dan juga sifatnya terbatas (non renewable) untuk dijadikan tumpuan energi di masa yang akan datang. Program pengembangan EBT tidak bisa ditawar-tawar lagi harus segera dan terencana," ujarnya. (webtorial)