Lukisan Serabut Kelapa Fiber, Bisnis Baru yang Menggiurkan
- VIVA.co.id/Shintaloka Pradita Sicca
VIVA.co.id – Lukisan umumnya diciptakan di atas kanvas menggunakan cat air atau cat minyak. Namun berbeda dengan Febri Yunarta yang memilih serabut kelapa fiber (cocofiber) dan ijuk sebagai bahan lukisan.Â
Ide membuat lukisan dari serabut kelapa dan ijuk ini berawal dari teguran tetangga kepadanya. Seniman asal Sumatera Utara ini sebelumnya adalah pembuat kursi dari gantungan baju berbahan kayu dan replika serabut kelapa.Â
Dia menceritakan, limbah serabut kelapa sisa pembuatan kursi dan gantungan baju membuat tetangganya marah. Karena ia biasanya membakar sisa serabut kelapa hingga mengganggu lingkungan sekitar.  Â
"Biasanya sisa bahan replika saya bakar saja. Lalu, ada tetangga saya yang tegur, apa serabutnya enggak bisa diolah lagi jadi karya seni? Biar orang lain enggak kena asapnya," ungkap Febri kepada VIVA.co.id.Â
Kemudian, ia pun mendapatkan ide ketika berada di rumah dan melihat lukisan kaligrafi kuningan. Tercetuslah ide lukisan serabut kelapa dan ijuk.
Lukisan awal yang ia buat adalah wajah Presiden Joko Widodo pada awal 2016. Dia mengumpulkan 20 orang untuk kemudian ia mintai penilaian terhadap lukisan pertamanya. Ada 18 orang mengenali lukisan muka Presiden Joko Widodo, dan mengatakan mirip, meski ada dua orang yang tidak sependapat.Â
"Karena 80 persen mengatakan mirip, saya menjadi percaya diri untuk meneruskan ide membuat lukisan serabut kelapa dan ijuk," ujarnya.
Lukisan serabut kelapa dan ijuk ini pun menjadi bagian dari brand 'Cocofiber Art' miliknya yang dikelola bersama kawannya, Susanto (36). Ia dan kawannya berbagi tugas. Susanto sebagai koordinator produksi dan anggota kerja. Lalu, dirinya sebagai pelukis serabut kelapa dan ijuk sekaligus pemasar dari produk-produk Cocofiber Art.
Lukisan serabut dan ijuk yang berukuran standar atau minimal 50 x 75 cm, ia hargai Rp5-15 juta. Harga lukisan disesuaikan dari spesifikasi, tingkat kesulitan dan ukuran.Â
Sedangkan, replika serabut kelapa dan ijuk ia hargai per item Rp100-350 ribu. Ragam replika ini, seperti replika hewan, motor Harley Davidson, serta becak motor yang menjadi ciri khas Sumatera Utara. Ukuran replika ini standar panjang 30 sentimeter, tinggi 10-15 sentimeter.
Saat ini, pasar Cocofiber Art-nya masih didominasi di daerah Sumatera Utara dan Bali. Produknya pun mulai merambah ke Jakarta, Manado, dan Padang.
Selain di dalam negeri, produknya telah dikenal mancanegara juga. Pada September 2015 ia mengikuti pameran internasional di Bali yang dihadiri 30 negara. Kemudian, acara Trade Expo Indonesia (TEI) 2016 pada 12-16 Oktober lalu.
"Orang-orang mancanegara memberikan respons positif. Dari mulut mereka selalu keluar kata amazing," ucapnya.
Melalui kegiatan-kegiatan itu, ia mulai menerima permintaan dari berbagai negara. Ia mengatakan ada yang memintanya untuk melakukan pelatihan kepada masyarakat di negara setempat, seperti Afrika, dan Filipina.
Ada juga yang melakukan transaksi untuk penelitian serabut kelapa fiber yang ia gunakan, karena berbeda dari cocofiber yang biasa diimpor. Permintaan ini datang dari Brazil.
"Dari TEI kemarin pun ada dari Kanada yang meminta replika Harley Davidson berbagai jenis," kata Febri.
Pada TEI itu ia dapat menjual lukisan muka Menteri Perdagangan dengan nilai Rp12 juta dan Menteri Pertanian Rp10 juta.Â
"Bukan beliau langsung yang beli, tapi para staf mereka," ucapnya. Sementara lukisan pertamanya Presiden Joko Widodo tidak ia jual, karena ingin sebagai kenang-kenangan pribadi yang bernilai sejarah.
Ia mengungkapkan omzetnya secara nasional per bulan diakumulasikan sekitar Rp10-20 juta.
Selain melukis dan menjual, Febri telah memberikan pelatihan di sejumlah SMA sederajat di Sumatera Utara. Ia mulai melakukan ini dari Maret 2016.Â
"Ini kan karya pertama yang ada di Indonesia semacam ini, jadi misi saya  ingin memperkenalkan lebih luas melalui pelatihan. Kedua, untuk memberikan pembekalan ketrampilan kepada anak-anak SMA agar wawasannya lebih luas terhadap pemanfaatan hasil alam sekitar," jelasnya.