Ajari Anak Tentang Cara Berpikir Logis Lewat Membaca
- Pixabay
VIVA.co.id – Membaca-menulis (literasi) menjadi salah satu aktivitas penting dalam hidup. Sebagian besar proses pendidikan, bahkan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan, baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Disebutkan oleh Connecticut State University, Amerika Serikat, pada tahun 2016Â Indonesia memiliki tingkat literasi urutan ke-60 dari 61 negara.
Namun menurut Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Toto Suprayitno, literasi ini mungkin saja memiliki konsep yang berbeda antara Indonesia dengan negara lain.
"Jika di Indonesia literasi adalah bisa membaca, sedangkan di Amerika Serikat atau Eropa literasi adalah membaca secara komprehensif, mereka bisa menceritakan kembali dan memahami informasi," kata Toto saat acara Kopi Darat di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta, Rabu, 12 Oktober.
Jadi, literasi bisa diartikan bukan sekadar kemampuan mengeja tulisan. Toto melanjutkan, literasi seharusnya menjadi program terstruktur sehingga perpustakaan di sekolah-sekolah tidak hanya dijadikan gudang penyimpanan buku yang tidak terpakai.
"Perpustakaan tidak sekadar ruangannya tapi juga program dan aktivitas di dalamnya. Harus ada penjadwalan yang berpengaruh. Ada program by design di mana ada waktu bagi anak-anak pergi ke perpustakaan. Misalnya membuat jadwal moving class di mana anak-anak-anak masuk ke perpustakaan sehingga perpustakaan digunakan," tutur Toto.
Toto juga menambahkan bahwa membaca yang terkait dengan bahasa tidak sekadar memahami tata bahasa atau kosakata, tapi membaca secara komprehensif sebagai bagian dari belajar bahasa. Misalnya anak-anak diminta membaca dongeng, buku cerita, atau novel kemudian mereka diminta untuk menceritakan kembali.
"Di sekolah maju mereka membaca kemudian menceritakan kembali. Mereka diminta untuk memilih satu karakter dari dongeng kemudian direfleksikan kepada diri mereka seandainya mereka menjadi karakter itu. Ini akan menjadi pendirian karakter diri mereka," kata Toto.
Misalnya, jika mereka memilih karakter pahlawan, karakter itu bisa dijadikan inspirasi. Kalau dia memilih karakter penjahat, bukan menjadikan inspirasi tapi mengkritik karakter itu.
Dengan demikian, pada anak-anak akan terbangun kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Ini juga, lanjut Toto, akan membawa pemahaman logika berpikir pada anak.
"Kalau untuk anak tingkat SD, belajar untuk membaca. Lama-kelamaan mereka akan membaca untuk belajar karena membaca akan membuka jendela ilmu pengetahuan," kata Toto.