Kisah Ines Atmosukarto jadi Peneliti Sukses di Australia

Ines Atmosukarto
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bimo Aria

VIVA.co.id – Anggapan bahwa perempuan lemah di bidang sains, dan tak mampu menjadi pucuk pimpinan sebuah perusahaan tampaknya tidak terbukti untuk Ines Atmosukarto.

Lima Tokoh Inspiratif Raih Penghargaan Achmad Bakrie 2024, Siapa Saja Mereka?

Doktor di bidang Biokimia dan Biologi Molekuler ini ialah salah satu peneliti asal Indonesia sekaligus Chief Excecutive and Managing Director Lipotek, sebuah start-up di bidang bioteknologi di Canberra Australia.

Perjalanan Dr. lnes Atmosukarto di bidang sains bermula di Universitas Adelaide, dimana dia menyelesaikan studi Biokimia dan mendapatkan gelar Sarjana Biokimia dengan predikat First Class Honours pada tahun 1995 dan mendapatkan gelar doktor di universitas yang sama pada tahun 2001.

Peraih Penghargaan Merdeka Awards 2023

Dia lalu kembali ke Indonesia dan membuka sebuah laboratorium riset di Pusat Riset Bioteknologi di Cibinong, Indonesia. Di tahun 2007, dia mendapatkan tawaran pekerjaan di Australia sebagai Chief Scientific Officer di sebuah perusahaan start-up bioteknologi di Canberra bernama Lipotek, dimana dia sudah bekerja selama 9 tahun hingga sekarang.

Perjalanannya sebagai peneliti hingga sekarang, tentu tidaklah mudah. Banyak keputusan-keputusan penting serta pengorbanan yang ia ambil hingga dia berhasil menjadi perempuan nomor satu di Lipotek.

Kisah Inspiratif Budi Rudianto, Gerakkan Misi Mulia Lewat Sebungkus Nasi

Salah satunya ialah titik balik, bagaimana Ines akhirnya terjun dan mencintai dunia sains lebih khusus biomolekular. Ines yang pada saat awal kuliahnya berhasil menjadi mahasiswa teknik perminyakan dan bercita-cita menjadi insinyur harus dihadapkan dengan pilihan yang akan banyak mengubah hidupnya. Di semester awal dia sebagai mahasiswa, ia mendapat kabar bahwa berhasil mendapat beasiswa untuk menempuh kuliah biomolekular di Australia.

"Pada waktu itu saya harus mengambil keputusan karena itu ada di Australia. Saya terima tantangan itu, kita harus bisa menantang diri kita, akhirnya oke saya coba," kata Ines saat berbincang dengan VIVA.co.id di Loreal Indonesia, Kamis 6 Oktober 2016.

Dan tidak berhenti sampai di situ, Ines yang kembali mendapat beasiswa untuk program doktoral di universitas yang sama kembali harus dihadapkan sebuah pilihan. Saat itu ia yang telah menikah dengan seorang pilot dan memiliki seorang anak, terpaksa harus meninggalkan keluarga untuk melanjutkan pendidikannya selama kurang lebih empat tahun.

"Supaya tidak mengganggu pendidikan, saya berpisah, saya ke Australia dan anak saya di Indonesia, bersama orangtua dan mertua saya," kata dia.

Ia mengaku sangat beruntung memiliki keluarga yang sangat mendukungnya dalam hal berkarier sebagai peneliti. Menurutnya, bentuk dukungan inilah yang akhirnya juga mengantarkan ia ke posisinya yang sekarang.

"Mungkin aku yang beruntung karena memiliki support system, dibantu oleh ibu, mertua, semua tergantung lingkungan kita," kata dia.

Ini pula yang menurutnya terkadang menjadi kendala bagi perempuan untuk meniti karier sebagai peneliti. Menurutnya, perempuan punya kapasitas dan kemampuan yang sama, hanya saja, terkadang, pola pikir masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai gender kelas dua yang sering menghalangi.

Atas prestasi dan semangatnya di bidang sains, ia juga sudah dikenal di kancah internasional. Bahkan beragam penghargaan pun berhasil ia raih di antaranya, UNESCO-L'Oreal Fellowship for Young Women in Science di tahun 2004, Femina Awards di tahun 2007 dan Australian Alumni Awards for Research and innovation di tahun 2009.

Meskipun ia sudah bekerja dalam penelitian komersil, lnes telah berhasil mengamankan dana penelitian dari The Bill dan Melinda Gates Foundation pada tahun 2009 dan berbagai program Pemerintah Federal Australia sejak 2007.

Di bawah arahannya, Lipotek juga telah diakui oleh Ketua Menteri ACT pada 2011 untuk kerjasama internasionalnya yang ekstensif.  lnes juga pernah menerima Anugerah IPTEK 2012. Penghargaan ini diberikan pada saat Hari Kebangkitan Teknologi Nasional yang ke-17 yang dihadiri oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang ketika itu masih menjabat sebagai presiden.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya