BI: Suka Tidak Suka RI Masih Bergantung pada Amerika
- REUTERS/Iqro Rinaldi
VIVA.co.id – Rencana kenaikan tingkat suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) menjadi momok bagi perekonomian dunia. Tidak hanya negara berkembang seperti Indonesia, melainkan juga terhadap negara-negara lain.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengungkapkan, harus diakui bahwa seluruh negara di berbagai belahan dunia masih bergantung terhadap mata uang negeri Paman Sam. Sehingga, pergerakan mata uang dolar AS pasti memberikan pengaruh terhadap ekonomi negara-negara lainnya di dunia.
"Suka tidak suka, perdagangan di dunia masih menggunakan mata uang dolar," katanya Mirza, dalam keynote speech di seminar bertajuk 'Seberapa Jauh Dampak Paket Kebijakan Ekonomi?' di gedung BI, Jakarta, Kamis 6 Oktober 2016.
Mirza menjelaskan, sebagian besar investasi di Indonesia, dalam bentuk penanaman modal asing, menggunakan mata uang dolar AS. Demikian juga, dengan kredit utang luar negeri, maupun portofolio arus modal masuk sebagian besar menggunakan dolar AS.
"Sehingga, tidak cukup untuk membangun negeri ini hanya dari dana dalam negeri," katanya.
Apalagi, menurut Mirza, sektor perbankan nasional memang saat ini hanya menyumbangkan modal investasi 30 persen terhadap produk domestik bruto nasional. Beberapa sektor keuangan lainnya juga masih belum optimal untuk memberikan sumbangsih terhadap perekonomian.
"Ukuran pertumbuhan dana pensiun, asuransi, dan reksa dana masih kecil. Sedangkan pendanaan bank, hanya 30 persen. Jadi, siapa yang mendanai ekonomi kita? Dari luar negeri," ujar Mirza. (asp)