Pencinta Batik: Batik Printing Merusak Citra Batik
- Viva.co.id/Linda Hasibuan
VIVA.co.id – Batik tulis merupakan sebuah batik yang dibuat dengan cara ditulis dengan menggunakan cairan malam atau lilin pada permukaan kain dengan alat yang disebut canting. Proses batik tulis sangat rumit, halus, dan paling lama pengerjaannya.
Karena prosesnya yang rumit dan lama, membuat selembar kain batik tulis asli memiliki harga yang mahal. Ini pula yang membuat batik tulis, lebih eksklusif karena murni diproses oleh tangan.
Kendati demikian, munculnya batik printing atau sablon memberi imbas negatif untuk perkembangan batik tulis atau cap. Padahal nilai murni dari budaya membatik dilihat dari rentang warna, tulis dan cap. Sementara untuk simbol dan motifnya sendiri telah banyak mengikuti perkembangan zaman dan itu bukan suatu masalah.
"Batik tidak hanya sekadar simbol atau motif tapi ada suatu proses di dalamnya. Dalam membuat motif itu juga sebuah kemampuan dan karya tangan yang patut dihargai," ujar Laretna T. Adishakti selaku Dewan Pakar Paguyuban Pencinta Batik Indonesia Sekar Jagad kepada VIVA.co.id saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin, 3 Oktober 2016.
Dia mengatakan, demi menyejahterakan para pembatik tulis atau cap, sebaiknya jangan membeli batik printing. Itu lantaran batik printing merusak citra seni membatik yang sesungguhnya.
Tidak hanya itu, batik tulis dan cap merupakan suatu tradisi yang telah diunggulkan melalui prosesnya. Karena itu, kata dia, sebaiknya perlu diperhatikan idealisme dalam membeli batik.
"Mari kita angkat keunggulan yang kita punya dengan benar, karena yang namanya tradisi, ya tetap tradisi. Dan satu warna alam tetap satu warna alam, jangan dicampur dengan bahan yang ada kimianya. Kemudian cara pembuatannya jangan ada printing-nya," tutur dia.
Menurut dia, batik yang dibuat dengan proses printing bukan batik meski memiliki motif seperti batik. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan teknik printing, namun kata dia, seharusnya jangan menggunakan motif batik.
Tradisi pembatikan merupakan kunci dan komitmen Indonesia dalam menjaga warisan budaya. Dengan demikian, harus mengedepankan teknik proses guna meningkatkan harkat hidup seniman pembatik tulis.
"Sebenarnya batik itu dahulu dapat dikatakan sangat berkembang. Namun hancur karena tiba-tiba keluar printing yang merusak harkat hidup seniman pembatik," ujar Laretna.
Â